Senin, 30 September 2024

Ramai-Ramai Buka Kuota Tambahan, Kualitas Pendidikan Batam Jadi Taruhan

Berita Terkait

spot_img
IMG 20230712 WA0013 e1689181113989
Orang tua siswa mendatangai SMAN 1 Batam untuk mendaftarkan anaknya.

batampos – Penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Kota Batam setiap tahunnya menimbulkan polemik, mulai di tingkat dasar hingga menengah atas. Persoalannya sama, orangtua berbondong-bondong memasukkan anak ke sekolah negeri, sementara daya tampungnya terbatas.

Ironisnya, desakan yang begitu kuat dari orangtua siswa yang meminta anak-anak mereka tetap diterima di sekolah negeri yang mereka inginkan, membuat pemerintah daerah (pemda), baik Kota Batam maupun Provinsi Kepri, tidak berdaya menolak. Apalagi tahun politik, sulit bagi pemda untuk tidak mengakomodir kepentingan masyarakat tersebut.



Gubernur Kepri Ansar Ahmad dan Wali Kota Batam Muhammad Rudi akhirnya mengambil kebijakan menambah daya tampung setiap rombel agar siswa yang tidak lolos PPDB online bisa diakomodir.

Efeknya, daya tampung di setiap kelas atau dikenal dengan istilah rombel (rombongan belajar) menjadi lebih gemuk. Sejatinya hanya 36 siswa, dipaksakan ditambah hingga lebih mendekati 50 siswa per rombel. Kualitas pendidikan di Batam pun jadi pertaruhan.

“Bagaimana lagi, terpaksa kapasitas daya tampung setiap robel kami maksimalkan di setiap sekolah untuk kuota tambahan,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepri Andi Agung di Batuaji belum lama ini.

Kebijakan penambahan kuota ini, diakui Andi, membawa dampak yang luar biasa. Apalagi di level SMK-SMA, daya tampung ditambah hingga separuh dari kuota daya tampung normal.

SMKN 1, SMAN 1, SMAN 3, SMKN 5, SMKN 7, dan SMAN 5 contohnya, tambahan siswa baru di atas 200 orang di masing-masing sekolah. Per kelas atau rombel jumlah siswanya menjadi lebih banyak, di atas 40 siswa.

Bahkan ada sekolah yang menambah rombel lagi seperti SMAN 1, SMAN 3, dan SMAN 5. Tiga sekolah ini bahkan harus buka kelas online karena kuota siswa tambahan terlampau banyak.

Pihak sekolah tak bisa berbuat banyak, sebab kebijakan kuota tambahan ini untuk mengakomodir siswa yang terus mendesak pihak sekolah untuk kembali menerima mereka.

“Itulah polemiknya. Salah satu sisi memang berdampak dengan kualitas pendidikan tapi tak mungkin juga kita abaikan anak-anak yang mau melanjutkan sekolah ini,” ujar Kepala Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Kepri cabang Batam, Kasdianto, kepada Batam Pos.

SMKN 1 Batam dalam kuota tambahan menerima kembali 100 siswa yang antre sebelumnya. Siswa lain yang tetap belum diakomodir disarankan untuk menggeser ke sekolah lain terdekat seperti SMAN 23 dan SMKN 8.

“RDT awal kita 547 siswa. Ada tambahan seratusan orang jadi mendekati angka 700 an jadinya,” kata Kepala SMKN 1 Batam Deden Suryana.

RDT tambahan ini adalah siswa di sekitar lingkungan sekolah yang memang sejak awal mengikuti proses PPDB di SMKN 1 Batam. Siswa yang antre sebelumnya diatas angka 200 orang namun sebagiannya sudah dialihkan ke sekolah lain terdekat seperti SMAN 23 dan SMKN 8 yang kuotanya masih memungkinkan.

“Jadi tetap tidak semua yang daftar dan tak lolos PPDB di sini kembali diterima semua. Tetap ada batasan karena RDT tambahan juga harus sesuai dengan kapasitas daya tampung maksimal sekolah,” kata Deden, Minggu (16/7).

Begitu juga dengan SMKN 3 Batam di Seibeduk, RDT tambahan ada sekitar 100 orang. Kriteria untuk siswa tambahan ini sama yakni siswa di sekitar lingkungan sekolah dan terdaftar di PPDB SMKN 3 sebelumnya. Juga tidak semua diterima, sebagian siswa yang antre ke SMKN 3 juga sudah dialihkan ke sekolah terdekat lainnya seperti SMAN 28 dan SMKN 9.

“Sudah tak ada masalah lagi. Sudah kita akomodir lagi sesuai instruksi dari Disdik,” kata kepala SMKN 3 Batam Refio.

Terkait dampak dari kuota tambahan ini, kepala sekolah mengaku sudah mempertimbangkan bersama Dinas Pendidikan Provinsi Kepri. Dalam arti, kuota tambahan ini masih bisa diatasi dengan mengoptimalkan fasilitas ataupun sumber daya manusia yang ada di sekolah.

“Kan Disdik menerima masukan dari sekolah. Sekolah tentu mengusulkan kuota tambahan sesuai dengan sumber daya yang ada. Jadi untuk sementara masih bisa diatasi,” ujar Refio.

Sementara, untuk kelas online di SMAN 1 Batam, Bahtiar menuturkan itu sifatnya sementara. Rombel yang menerima kelas online ini akan kembali mengikuti kelas reguler jika perbaikan lima lokal yang rusak rampung.

“Paling enam bulan itu,” ujar Bahtiar.

Kelas online ini secara teknis, kata Bahtiar, hanya untuk mata pelajaran teori. Kegiatan praktek seperti olahraga, ekstrakurikuler dan lainnya tetap dilakukan di sekolah.

“Alhamdulillah, sudah berjalan dengan baik, semoga dengan cepat selesai, agar anak-anak segera mendapatkan pembelajaran di sekolah masing-masing,” ujar Kasdianto.

Seperti diketahui, dalam PPDB yang sudah berjalan berpolemik. Ratusan bahkan ribuan siswa tidak terakomodir dalam PPDB tersebut. Orangtua yang anaknya tidak lolos PPDB bertahan di lokasi sekolah. Mereka ngotot anaknya diakomodir kembali sehingga Dinas Pendidikan Provinsi Kepri kembali membuka kuota tambahan.

Kuota tambahan ini tetap tidak mengakomodir semua siswa yang belum tertampung tadi. Dinas Pendidikan Provinsi Kepri telah mengatur siasat untuk memeratakan jumlah maksimal siswa di semua sekolah yang ada. Yang tetap tidak kebagian bangku di sekolah negeri disarankan untuk mendaftar ke sekolah swasta.

“Tetap tak bisa semuanya kita akomodir, karena daya tampung tambahan tetap ada batasannya,” ujar Kepala SMKN 1 Batam Deden Suryana.

Optimalkan Semua Fasilitas yang Ada

Kondisi serupa juga terjadi di level dasar (SD dan SMP). Peminat SD dan SMP negeri begitu banyak, namun daya tampung di sekolah negeri tidak sesuai.

Alhasil, banyak siswa yang awalnya tidak diterima di sekolah negeri tertentu dipaksa harus diterima karena alasan tertentu. Imbasnya, daya tampung di setiap kelas ditambah yang akhirnya berdampak kepada mutu dan kualitas pendidikan itu sendiri.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Batam, Tri Wahyu Rubianto mengakui, saat ini pihaknya tengah mengoptimalkan seluruh fasilitas yang ada. Menurutnya, seluruh pembelajaran akan tetap dijalankan semaksimal mungkin agar siswa-siswi baik SD dan SMP tetap mendapatkan hak belajar dengan baik.

“Terkait PPDB, saat ini kami sedang mengoptimalisasi fasilitas yang ada, termasuk sarana prasarana dan SDMnya, sehingga pembelajaran dapat terus berjalan,” ujar Tri, Senin (24/7).

Dilanjutnya, optimalisasi juga akan dilakukan pada jam mengajar guru dan tenaga pendidik. Salah satunya dengan mengarahkan agar jam mengajar guru per minggu lebih 30 jam mengajar.

“Karena saat ini kebanyakan hanya mengambil jam minimal mengajar yang hanya 24 jam per minggu,” tutur Tri.

Selain itu, Dinas Pendidikan Kota Batam, lanjut Tri, juga terus berkoordinasi untuk dapat menambah fasilitas pembelajaran di setiap sekolah negeri, khususnya kelas dan kebutuhan lain.

“Pembelajaran yang berjalan saat ini akan terus kami evaluasi agar dapat berjalan sesuai dengan ketentuan,” tambahnya.

Tidak hanya itu saja, Dinas Pendidikan Kota Batam juga akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat khususnya orangtua dan wali kelas 6 SD terkait kebijakan kebijakan PPDB secara lebih dini sehingga ke depan lebih bisa dipahami lagi.

“Karena bisa saja pemahaman kebijakan zonasi, afirmasi, dan prestasi belum dapat dipahami semua masyarakat kita. Dan terdapat hal-hal yang harus pula dipenuhi agar pembelajaran dapat berkalan dengan baik sehingga ke depan diharapkan tidak ada lagi pemaksaan untuk masuk sekolah di sekolah-sekolah tertentu,” jelasnya.

Di tempat terpisah, Kepala Ombudsman Perwakilan Kepri, Lagat Siadari mengatakan, dalam rapat yang digelar di lantai 4 Kantor Wali Kota Batam beberapa waktu lalu, Pemko Batam sempat ditegur keras oleh KPK karena dinilai melanggar aturan Permendikbud karena memberi izin kepada sekolah untuk menambah rombel.

“KPK tegas menegur Pemko Batam karena melanggar aturan Permendikbud itu,” ujar Lagat.

Menurut dia, harusnya pemerintah mencari solusi yang berkeadilan, yang sesuai dengan aturannya. Bukannya mengikuti keinginan dari bebarapa pihak, yang kemudian dapat menambah permasalahaan baru.

“Solusi yang diberikan itu menambah permasalahan baru. Harusnya pemerintah tegas, jadi masyarakat bisa mengerti. Ini semua diikuti, jadi apa gunanya aturan yang sudah dibuat,” ujarnya.

Disinggung pelanggaran yang ditemukan selama PPDB di Kepri, menurut Lagat cukup jauh berkurang. Dimana pihaknya tak menemukan lagi, adanya informasi pungli ke sekolah-sekolah.

“Untuk pungli kami tak mendengar lagi, entah karena memang tak ada, atau memang pada takut untuk buka suara. Namun sampai saat ini, kami tak ada mendapat informasi,” ujar Lagat.

Biasanya, lanjut Lagat, pungli juga dilakukan pada pembeliaan paket seragam sekolah. Harga seragam dinaikan berkali lipat, dan wajib dibayar oleh orang tua siswa. Namun tahun ini, ia tak mendapatkan lagi informasi seperti itu.

“Mungkin karena dari awal kami sudah keras terhadap larang pungli ini. Tapi sempat ada di SMAN 15 Batam, heboh soal kewajibaan membayar uang sekolah langsung 2 bulan (Juli-Agustus), dan itu sudah selesai, tak ada masalah,” kata Lagat.

Namun, yang masih menjadi polemik dari tahun ke tahun adalah permasalahaan penerimaan siswa di sekolah negeri yang dianggap favorit. Juga dengan penambahan rombel, yang kemudian berbuntut pada siswa yang belajar online, seperti di SMAN 1 Batam.

“Ini yang masih jadi masalah, orang tua atau siswa yang tetap memaksakan sekolah di tempat yang mereka inginkan. Dan pemerintah mengamini permintaan mereka, padahal itu sangat berdampak pada kualitas belajar. Guru jadi tak maksimal mengajar, karena setelah mengajar langsung, mereka juga harus mengajar online. Ini yang kasihan, saya yakin kalau guru bisa bicara pasti mereka berontak,” sebut Lagat.

Masih kata Lagat, harusnya pemerintah sudah bisa mengantisipasi permasalahan yang sama, sehingga tak terulang lagi setiap PPDB. “Pemerintah daerah tidak pernah tegas terhadap aturan yang ada,” ujarnya.

Jangan Salahkan Orangtua

Sementara itu, anggota DPRD Kepri, Uba Ingan Sigalingging mengatakan, setiap masyarakat di Indonesia berhak mendapatkan pendidikan terbaik. Tugas pemerintah menyiapkan prasarana dan sarana yang baik untuk masyarakat, sehingga bisa mendapatkan pendidikan berkualitas.

“Mendapatkan pendidikan terbaik itu adalah amanat. Namun sayangnya, pemerintah memiliki keterbatasan menyediakan infrastruktur dan SDM, dihampir semua tingkatan pendidikan,” ujar Uba.

Menurut dia, harusnya dengan keterbatasaan itu, pemerintah melakukan sosialisasi dan menyampaikan ke masyarakat. Terutama terkait infrastruktur baik yang ada di sekolah umum maupun sekolah kejuruan. Dijelaskan seperti apa fasilitas sarana dan prasarana sekolah yang dibangun.

“Ini harus disampaikan, sehingga masyarakat paham. Contohnya pemerintah mengatasi kekurangan kuota dengan melakukan pembangunan, harus dijelaskan seperti apa sekolah tersebut,” jelas Uba.

Dijelaskan Uba, kenapa banyak dari masyarakat menolak anaknya bersekolah di sekolah baru? karena mereka menilai kualitas dan SDM di sekolah baru itu jauh tertinggal dengan sekolah lama yang sudah banyak meraih prestasi.

“Jadi jangan menyalahkan orangtua atau masyarakat jika menolak sekolah baru karena sekolah baru belum mampu bersaing dengan sekolah lama. Untuk itu, harusnya solusi dari pemerintah, menyiapkan infrastruktur dan tenaga pengajar terbaik, sehingga masyarakat yakin,” kata Uba.

Menurut Uba, tugas pemerintah yakni bertanggungjawab memastikan semua tempat pendidikan bagus. Sehingga yang dianggap sekolah unggulan tidak ada lagi. Namun sayang, status unggulan tak bisa dihapus begitu saja, pemerintah juga tak banyak bergerak untuk menghapus stigma tentang sekolah unggulan.

“Contohnya saja, SMAN 3 Batam, mereka mematok standar nilai tinggi untuk bisa masuk ke sekolah tersebut. Hal itu otomatis membuat stigma sekolah tersebut unggulan, tapi dinas pendidikan tidak paham itu,” jelas Uba.

Masih kata Uba, salah satu solusi agar sekolah baru bisa disukai dan menghilangkan stigma sekolah unggulan. Yakni menukar SDM guru yang ada disekolah unggulan dengan sekolah baru yang tak banyak diminati.

“SDM yang ada di sekolah yang dinilai unggulan ini bisa di-change dengan sekolah baru. Kenapa banyak orang tua ingin menyekolahkan anak mereka di sekolah unggulan, karena memang ingin mendapatkan pendidikan terbaik. Dan sekolah baru di nilai tak berkualitas, karena kurangnya sosialisasi, ” kata Uba.

Tak hanya itu, Uba menilai kurangnya kerjasama antara pemerintah Kota dengan Propinsi. Sehingga persoalan tentang PPDB dari tingkat SMP ke SMA selalu terjadi. Yang artinya, persiapan pemerintah menghadapi proses itu pun tak mengikuti matang.

“Dinas pendidikan Kota dan Propinsi harus bekerja. Jangan disalah kan masyarakat, karena mereka ingin yang terbaik untuk anak. Orang bersekolah bukan untuk mendapatkan bangku mewah, tapi pendidilan yang berkualitas. Karena itu banyak yang memilih untuk bersekolah di sekolah yang dapat nama unggulan,” jelas Uba.

Ia juga menilai, pemerintah tak memikirkan ouput setelah dari anak lulus SMA atau SMK. Misalnya, anak yang tamat sekolah, bisa langsung bekerja, karena sudah memiliki kualitas pendidikan yang baik.

“Output dari pendidikan itu adalah siap pakai. Percuma koar-koar investasi masuk, tapi anak tamatan dari Kepri tak terpakai di daerah sendiri. Sebaiknya anak tamat sekolah itu berdampak pada ekonomi keluarga bahkan daerah. Visi misi pendidikan harus jelas,” tegas Uba.

Pemerintah Harusnya Mensortir Pendaftar

Sementara itu. ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS), Muhammad Raihan mengaku pihaknya sudah menerima keputusan pemerintah untuk menampung semua pendaftar yang tidak lolos PPDB di sekolah negeri.

“Kita terima, itu sudah mutlak dan ada undang-undangnya. Dan sesuai janji Wali Kota, warga Batam semuanya harus sekolah,” ujar Raihan kepada Batam Pos.

Namun, kata Raihan, keputusan pemerintah ini harus seiring dengan persiapan. Seperti persiapan penambahan kelas dilakukan jauh sebelum pelaksanaan PPDB.

“Pemerintah harus jauh hari untuk menampung. Atau kalau pemerintah mau bertanggung jawab, subsidi ke swasta,” katanya.

Raihan mengaku, hingga saat ini, pemerintah belum melibatkan pihaknya dalam pelaksanaan PPDB. Padahal, menurut dia, antara sekolah negeri dan swasta harus saling mendukung.

“Kita dari dulu tidak pernah dilibatkan. Swasta ini pendukung pemerintah, pemerintah tidak mendukung swasta akan bangkrut,” katanya.

Seharusnya, sambung Raihan, dalam pelaksanaan PPDB, pemerintah bisa mensortir para pendaftar. Ia meminta pemerintah untuk mengarahkan orangtua pendaftar yang mampu untuk ke swasta.

“Pemerintah kan ada datanya semua, bisa disortir. Seperti orangtua yang pengusaha, PNS itu ke swasta saja,” ungkapnya.

Menurut Raihan, dengan peraturan seluruh pendaftar ditampung di sekolah negeri tersebut akan menurunkan kualitas pendidikan anak. Sebab, dalam 1 kelas akan terdapat hingga 60 siswa.

“Pasti ada penurunan kualitas. Sebanyak itu siswa, dari nama saja, guru bisa lupa. Apalagi tidak ada AC, gimana mau belajar,” bebernya.

Raihan menambahkan, dengan adanya peraturan ini, sekolah swasta tetap mempersiapkan diri. Seperti dari segi kualitas, kurikulum, moral, dan akhlak.

“Biarkan orang tua memilih, dan menilai sendiri nanti. Yang pasti semuanya ada plus minusnya,” tutupnya.

Belajar dari Konsistensi MAN

Terkait PPDB di Batam yang selalu berpolemik, ada baiknya pemda belajar dari konsistensi PPDB sekolah di bawah Kementerian Agama.

Lihatlah MAN IC Batam, meski pendaftarnya mendekati 1000-an orang, namun yang lolos PPDB disesuaikan hasil tes dan daya tampung tersedia. Tak ada penambahan sama sekali, sehingga mereka yang tak lolos harus rela mencari sekolah lain.

Konsistensi itu juga ditunjukkan di Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Batam. Sekilah ini tetap mempertahankan jumlah ideal siswa, yakni maksimal 36 orang per kelas.

Kepala MAN 1 Batam Khairina menuturkan, kuota daya tampung MAN 1 Batam tetap sesuai dengan draft kuota awal saat PPDB dibuka yakni 410 siswa.

“Ini sudah sesuai dengan draft awal PPDB. Tidak bisa diganggu lagi. Kita ingin pertahankan kualitas pendidikan di sekolah ini,” ujarnya, Jumat (21/7) pekan lalu.

Disebutkan Khairina, kualitas pendidikan yang ada di MAN 1 Batam saat ini sudah cukup baik. Berbagai prestasi telah ditoreh dan sudah banyak lulusan MAN 1 Batam yang bekerja ataupun melanjutkan pendidikan di universitas ternama. Peningkatan kualitas pendidikan sudah jadi komitmen MAN 1 Batam sehingga hal-hal yang dianggap menghambat ataupun memengaruhi kualitas pendidikan tentunya akan diabaikan.

“Termasuk dengan daya tampung ini. Sudah fix sesuai jalur PPDB yang sudah berjalan. Tak ada lagi penambahan,” tegasnya.

Komitmen ini juga dibuktikan dengan penambahan kelas kurikulum Cambridge yang baru dibuka tahun ini. Kelasnya hanya untuk 24 siswa yang sudah lolos seleksi PPDB sebelumnya.

Kurikulum Cambridge ini masih terbatas di Batam dan baru ada di beberapa sekolah swasta. MAN 1 Batam tahun ini mulai memberlakukannya sebagai komitmen untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan mereka. (*)

 

 

Reporter: Tim Batampos

spot_img

Update