batampos – Ratusan buruh yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Batam (KRB) menggelar aksi unjuk rasa untuk mengawal pembahasan upah sektoral Kota Batam di Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, Kamis (12/12). Aksi ini dimulai sejak pukul 08.00 WIB dan diikuti sekitar 300 orang.
Para buruh membawa sejumlah tuntutan utama yaitu kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kepulauan Riau sebesar 10 persen. Penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Batam 2025 naik sebesar 30 persen. Penetapan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) Batam 2025 dan Penyesuaian Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) Kepri, dengan rincian sektor 1 naik 2 persen, sektor 2 naik 3 persen, dan sektor 3 naik 5 persen.
Koordinator lapangan, Faisal Kurniawan, menjelaskan aksi ini merupakan langkah lanjutan buruh dalam memperjuangkan hak atas kesejahteraan yang lebih baik. Faisal menyebut, pemerintah harus segera menetapkan kenaikan upah yang layak sesuai kebutuhan hidup para pekerja.
“Kami menuntut pemerintah untuk segera menetapkan kenaikan upah yang layak demi memenuhi kebutuhan hidup layak para pekerja di Batam. Jangan sampai keputusan UMSK tingkat kota bertentangan dengan UMSP provinsi. Khususnya di Batam, banyak sektor elektronik, tetapi UMSP malah hanya mencakup sektor galangan kapal, yang mana banyak pekerjanya berstatus outsourcing dengan hak-hak yang tidak jelas,” ungkap Faisal.
Faisal menegaskan, kenaikan UMK sebesar 6,5 persen yang diajukan sebelumnya oleh pemerintah tidak mencukupi kebutuhan hidup layak di Batam. Buruh meminta kenaikan UMK sebesar 37,29 persen, mengacu pada survei kebutuhan hidup layak (KHL).
“Kenaikan yang diajukan pemerintah tidak realistis. Inflasi di Batam sangat tinggi. Kalau kenaikan hanya 6,5 persen, kebutuhan hidup layak tidak terpenuhi. Kami meminta kenaikan berdasarkan hasil survei KHL,” tegasnya.
Dalam aksi ini, buruh juga menuntut pemerintah untuk segera menetapkan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) Batam yang sudah 6 tahun tidak diberlakukan. Faisal menyebutkan, pada tahun 2018, UMSK terakhir kali disahkan di Batam, dan setelah itu tidak pernah ada kejelasan.
“Kami kaum buruh berharap pemerintah menghasilkan keputusan yang benar-benar mengarah pada kesejahteraan bersama. UMSK harus segera ditetapkan, mengingat banyak pekerja di sektor tertentu yang layak mendapatkan upah lebih tinggi,” tambah Faisal.
Faisal menyampaikan bahwa aksi hari ini juga merupakan bagian dari upaya pengawalan keputusan yang akan diambil Dewan Pengupahan Kota (DPK). Jika tuntutan buruh tidak dipenuhi, maka aksi lanjutan atau gugatan hukum bisa menjadi opsi.
“Keputusan perundingan hari ini sangat menentukan. Jika kenaikan upah tetap 6,5 persen, kami akan kembali menggelar aksi. Kalau tidak ada jalan keluar, buruh bisa saja melakukan gugatan hukum,” ujar Faisal.
Aksi ini diikuti oleh berbagai federasi buruh, seperti SPSI, FSPMI, dan KRB. Menurut Faisal, aksi yang dilakukan hari ini melibatkan perwakilan dari masing-masing federasi dengan total massa sekitar 1.000 orang.
“Target massa sebenarnya mencapai 15 ribu orang. Namun, karena undangan perundingan UMK oleh DPRD yang akan digelar besok, massa yang hadir hari ini dibatasi sebagai perwakilan,” jelasnya.
Buruh berharap pemerintah kota dapat merekomendasikan kenaikan upah kepada pemerintah provinsi sesuai kebutuhan hidup layak. Selain itu, keputusan UMK 2025 diharapkan mengacu pada realitas kondisi ekonomi di Batam yang memiliki tingkat inflasi tinggi.
“Aksi ini bukan hanya tentang upah, tetapi juga tentang keadilan bagi seluruh pekerja di Batam,” pungkas Faisal.
Sementara itu pantauan Batam Pos di lokasi petugas keamanan dari kepolisian dan Satpol PP sudah berjaga sejak pagi. Selain itu tterliha kawat berduri dipasang di sepanjang Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Batam di Sekupang. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk pengamanan menjelang aksi yang diperkirakan akan diikuti ratusan buruh dari berbagai Federasi serikat dan perusahaan di Batam.
Pemasangan kawat berduri dilakukan untuk menjaga jarak antara massa aksi dan area perkantoran, serta potensi eskalasi situasi saat aksi. Ini namanya barier tujuannya untuk antisipasi. karena ini sesuai SOP dimana masa diatas 300an,” ujar Kabag Ops Polresta Barelang, Kompol Zainal Abidin Christoper Tamba.
Beberapa kendaraan taktis seperti mobil patroli, mobil water canon, juga terlihat disiagakan di sekitar kantor Disnaker.
“Sama sama menjaga kondusifitas di Kota Batam, silahkan menyampaikan aspirasi tapi berikan sikap yang baik,” tambahnya.
Ia melanjutkan dari pemberitahuan yang disampaikan buruh, ada sekitar 300 hingga 500 orang. “Dari pemberitahuan ada 300-500 an dari masa aksi. Kami pengamanan menyiagakan ada 350 personel baik yang di area titik kumpul, beberapa pengawala di jalan dan disini kantor Disnaker,” ungkapnya.
Sementara itu Sekretaris Dewan Pengupahan, Hendri Syaker, menyatakan bahwa pihaknya mendukung penuh implementasi Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 yang mengatur tentang upah minimum sektoral di tingkat kota dan kabupaten.
“Seperti yang kita ketahui, berdasarkan hasil rapat, Pasal 7 Permenaker ini menjelaskan dua hal penting. Pertama, gubernur menetapkan upah minimum sektoral. Kedua, gubernur dapat menetapkan upah minimum di kabupaten atau kota. Penetapan upah ini didasarkan pada karakteristik dan risiko kerja di sektor tertentu, tuntutan pekerjaan yang lebih berat, serta kebutuhan spesialisasi yang diperlukan,” ujar Hendri di hadapan para buruh.
Hendri juga menjelaskan, dalam Ayat 9 disebutkan bahwa upah minimum sektoral tahun 2025 akan dihitung oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota. Perhitungan ini nantinya akan didasarkan pada kesepakatan antara pihak-pihak terkait dalam dewan tersebut.
“Kami sebagai mediator dalam rapat ini bertugas untuk berada di tengah, memastikan semua pihak mendengar dan mencapai kesepakatan. Pemko Batam, melalui Dinas Tenaga Kerja, mendukung penuh kebijakan ini. Namun, hingga saat ini, juknis (petunjuk teknis) dari Permenaker tersebut belum kami terima,” lanjutnya.
Hendri menegaskan bahwa Dewan Pengupahan Kota Batam akan menjadikan ketentuan dalam Permenaker 16/2024 sebagai acuan utama. Hasil kesepakatan ini nantinya akan disampaikan kepada Wali Kota Batam untuk diteruskan ke Gubernur.
Ketua Apindo Batam, Rafki Rasyid, menegaskan bahwa secara organisasi, Apindo mempertanyakan dasar penetapan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025. Menurutnya, jika mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023, kenaikan UMP seharusnya hanya sekitar 4,6 persen.
“Keputusan pemerintah menaikkan UMP sebesar 6,5 persen jelas jauh dari prediksi kami dan tidak sesuai dengan aturan PP 51 Tahun 2023. Harus dipahami, PP tersebut secara hierarki memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan Permenaker Nomor 16 Tahun 2024. Permenaker tidak bisa mencabut atau bertentangan dengan Peraturan Pemerintah, sehingga ini menimbulkan ketidakpastian hukum,” ujar Rafki.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa kenaikan tersebut dapat membebani dunia usaha, terutama di tengah tantangan ekonomi domestik berupa daya beli masyarakat yang melemah dan tekanan global akibat konflik geopolitik yang berkepanjangan. “Kami khawatir kenaikan ini akan memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang pada akhirnya membebani perekonomian, khususnya di Batam,” tambahnya.
Rafki menjelaskan, berdasarkan analisis Apindo, kenaikan UMP ini hanya akan berdampak pada dua wilayah di Kepri, yaitu Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Lingga. “Kabupaten/kota lain tidak akan terpengaruh karena upah minimumnya sudah jauh di atas UMP Kepri,” jelasnya.
Namun, ia mengkhawatirkan dampak kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) di Batam. “UMK Batam yang sudah relatif tinggi sejak awal, jika ditambah kenaikan 6,5 persen, akan semakin membebani pengusaha. Apalagi UMSK Batam yang memerlukan definisi jelas terkait karakteristik, risiko, dan beban kerja sektoral sebagaimana disebut dalam Permenaker 16/2024, belum memiliki petunjuk teknis yang memadai,” ungkap Rafki.
Karena itu, Apindo meminta penetapan UMSK Batam ditunda hingga ada petunjuk pelaksanaan dan teknis yang lebih jelas dari pemerintah pusat. “Untuk tahun 2025, Apindo menyarankan agar hanya UMK yang diterapkan di Batam, tanpa adanya penetapan UMSK,” tegasnya.
Meski demikian, Rafki menyatakan bahwa Apindo tetap akan mematuhi keputusan pemerintah pusat terkait kenaikan UMP. “Karena keputusan ini telah ditetapkan oleh Presiden RI, kami akan mematuhi dan menjaga hubungan baik dengan pemerintah, baik di pusat maupun daerah. Kami juga akan menginstruksikan pengusaha di Kepri untuk menaati kenaikan UMP ini,” tutupnya.
Saling Dorong Antara Buruh dan Polisi Warnai Aksi Demo UMSK di Kantor Disnaker Batam
Aksi unjuk rasa yang awalnya berlangsung damai di depan kantor Disnaker Kota Batam, Kamis (12/12), berubah tegang setelah massa mencoba menerobos barikade keamanan. Aksi dorong-dorongan pun tak terelakkan, memperkeruh suasana.
Ketegangan mulai memuncak ketika massa mendekati barikade dan berusaha masuk ke area kantor Disnaker. Aparat keamanan, termasuk personel kepolisian dan Satpol PP, berusaha keras mencegah massa memasuki kawasan tersebut. Namun, aksi saling dorong antara buruh dan petugas tak dapat dihindari, menambah panas suasana di lokasi.
“Kami hanya menuntut hak kami, dan meminta pembahasan UMSK segera diselesaikan,” teriak salah seorang buruh dari atas mobil komando.
Di tengah situasi tersebut, di dalam kantor Disnaker, Dewan Pengupahan Kota Batam terus melanjutkan pembahasan terkait UMSK. Forum itu dihadiri oleh perwakilan serikat pekerja, pemerintah, dan pihak terkait lainnya. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada kesepakatan yang dicapai, memicu ketidakpuasan di kalangan buruh yang berunjuk rasa.
Belum diketahui secara jelas, apa penyebab aksi dorong dorongan itu terjadi. (*)
Reporter: Rengga Yuliandra