batampos – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merilis data terbaru mengenai realisasi investasi di seluruh wilayah Indonesia. Diketahui untuk di Provinsi Kepri realisasinya anjlok atau keluar dari 10 besar, provinsi yang dilirik oleh para investor.
Dari data terbaru tersebut, pada triwulan III tahun 2022, Provinsi Kepri berada di posisi 25 untuk investasi dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Dengan nilai investasi sebesar Rp 850,9 miliar dari 1.152 proyek.
Sementara investasi dari Penanaman Modal Asing (PMA), posisi Provinsi Kepri sedikit lebih baik. Yakni menempati peringkat 13 dengan nilai investasi sebesar USD 227,2 juta untuk 698 proyek.
Baca Juga:Â ITEBA Buka Prodi Perdagangan Internasional
Jika ditarik mulai dari Januari hingga September 2022, Provinsi Kepri berada di peringkat 22 untuk investasi dari PMDN. Dengan nilai investasi sebesar Rp 3.756,0 miliar dengan proyek sebanyak 1.830.
Dan untuk investasi PMA selama 2022, Kepri berada di peringkat 14 dengan nilai investasi sebesar USD 660,1 juta untuk 930 proyek.
Ketua Bidang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia, Tjaw Hioeng, mengatakan, saat ini harus disadari bahwa provinsi lain di Indonesia sedang giatnya merebut hati investor. Terutama yang berasal dari luar negri atau  Foreign Direct Invesment.
Baca Juga:Â Jadwal Terbaru Kapal Feri Batam-JohorÂ
“Melalui rilis yang disampaikan oleh Kemeninvest/BKPM, untuk Triwulan III, Kepri hanya menempati urutan 13 dengan total investasi sebesar USD 2.272 juta. Sedangkan untuk PMDN hanya menempati urutan 25 dengan nilai realisasi Rp 860.9 miliar,” katanya.
Ia melanjutkan, secara nilai investasi, terjadi kenaikan dibandingkan dengan triwulan II 2022. Dimana posisi Kepri pada triwulan II berada di peringkat 14 dengan nilai investasi sebesar USD 151,4 juta dan PMDN di urutan 27 dengan nilai investasi Rp 670,1 miliar.
Menurutnya, sebagai daerah diberikan fasilitas kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dan Kawasan Ekonomi Khusus, realiasi investasi ini harus lebih baik.
Baca Juga:Â Ditlantas Polda Kepri Gunakan Dua Kamera untuk Tangkap Pelanggar Lalu Lintas
“Tetapi kita lihat sendiri, seolah-olah masih tertinggal dengan saudara tua kita yaitu Riau yang mampu masuk sebagai 5 besar dalam pencapaian realisasinya,” tuturnya.
Sehingga, menurut Tjaw ada kendala-kendala yang dapat menghambat lajunya realisasi investasi tersebut. Perlu dilakukan duduk bersama lagi antara BP Batam, Pemko dan Pemkab, Pemrov Kepri dengan asosiasi atau himpunan pengusaha untuk mencari tau apa yang menjadi persoalan utamanya.
Sebab tambah dia, dari dulu Kepri selalu masuk dalam 5 besar atau setidaknya 10 besar sebagai daerah tujuan investasi. Namun fakta yang terjadi saat ini, Provinsi Kepri justru terlempar dari 10 besar.
Sehingga diperlukannya invetaris kembali persoalan, hambatan dan hal lainnya yang menyebabkan investasi tidak dapat direalisasikan.
Baca Juga:Â Kecelakaan Kerja Kerap Terjadi, SPSI Minta Pengawasan Maksimal di Galangan Kapal
“Ataukah provinsi lainnya memang lebih menarik dan ‘seksi’ bagi Investor baik FDI maupun PMDN. Agak membingungkan juga ekspor Kepri sepanjang 2022 ini menjadi yanh terbaik semenjak 5 tahun terakhir. Tapi justru, realisasi investasi yang semakin menurun dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia,” imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam, Rafki Rasyid, mengungkapkan ada beberapa faktor yang menyebabkan keluarnya Kepri dari 10 besar sebagai tujuan investasi. Baik itu dari PMDN maupun PMA.
Ia menjelaskan, faktor pertama adanya kemungkinan investor yang melihat Kepri sudah tidak lagi kompetitif sebagai daerah tujuan investasi. Sehingga para investor lebih memilih daerah Jawa Tengah sebagai daerah tujuan investasi.
Baca Juga:Â Konser Dewa 19 Sediakan 7 Ribu Tiket, Dihadiri Penonton dari Negara Tetangga
“Penyebab tidak kompetitifnya ini salah satunya kemungkinan karena sudah terlalu tingginya upah minimum di Batam sehingga bagi perusahaan padat karya Batam menjadi tidak menarik untuk investasi,” ujarnya.
Kemudian, penyebab lainnya mengenai tarif kontainer yang masih relatif mahal dari Batam ke luar negeri. Sehingga jika barang diproduksi di Batam akan menjadi lebih mahal akibat mahalnya tarif kontainer tersebut.
“Unjuk rasa yang relatif sering terjadi di Kepri juga menjadi salah satu sebab menurunnya daya kompetitif Kepri sebagai daerah tujuan investasi,” tuturnya.
Adapun untuk faktor selanjutnya adalah, adanya kemungkinan investor asing yang akan masuk tersebut lebih mengincar pasar Indonesia yang relatif besar. Ketimbang pasar luar negeri yang mengalami perlambatan permintaan akibat Pandemi Covid-19.
“Jadi lebih memilih berinvestasi di Jawa karena berbagai macam tax holiday yang ditawarkan,” beberenya.
Sementara Jika berinvestasi di Kepri tentunya ketika menjual barang ke wilayah lain di Indonesia akan dikenakan berbagai macam pajak. Sehingga akan lebih menguntungkan jika berinvestasi di Jawa kalau target pasarnya adalah konsumen dalam negeri.
Sementara faktor terakhir yang ia lihat saat ini adalah mengenai aturan perizinan dan investasi yang belum pasti. Sehingga membuat investor juga masih wait and see untuk berinvestasi di Kepri.
Sebagai salah satu contohnya adalah masih adanya tarik menarik kewenangan antara beberapa Kementerian di Pusat dengan Badan Pengusahaan di Kepri.
“Seharusnya sesuai amanah PP 41/2021 seluruh kewenangan perizinan harus diserahkan ke BP Kawasan yang ada, namun masih ada kementerian yang belum mau melepas kewenangan tersebut,” katanya.
Dengan masih adanya permasalahan dalam perizinan seperti Amdal yang sampai saat ini masih terkendala. Hal ini tentunya dipandang sebagai hambatan oleh para investor yang akan masuk ke Kepri.
Dengan demikian, tentunya semua pihak yang ada, lanjut Rafki, harus lebih bekerja lebih keras lagi bagaimana bisa mendatangkan lebih banyak investor dengan nilai investasi yang besar ke Kepri. Dengan tujuan, pertumbuhan ekonomi Kepri bisa tetap terjaga tinggi dan lapangan pekerjaan dapat terus terbuka untuk para pencari kerja.
Baik itu pencari kerja yang ada di Kepri maupun pencari kerja yang datang dari daerah lainnya.
“Kepri dengan fasilitas FTZ dan KEK yang diberikan oleh pemerintah pusat, seharusnya bisa menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” imbuhnya.(*)
Reporter: Eggi Idriansyah