batampos – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merilis data terbaru mengenai realisasi investasi di seluruh wilayah Indonesia.
Dari data terbaru tersebut, pada tahun 2022, Provinsi Kepri berada di peringkat 23 untuk investasi dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Dengan nilai investasi sebesar Rp 4.817,4 miliar dari 3.343 proyek.
Sementara investasi dari Penanaman Modal Asing (PMA), posisi Provinsi Kepri sedikit lebih baik. Yakni menempati peringkat 13 dengan nilai investasi sebesar USD 934,0 juta untuk 2.144 proyek.
Pengamat Ekonomi Batam, Dr Suyono Saputra, mengatakan, melorotnya peringkat realisasi investasi di Kepri pada periode Januari-Desember 2022 ini, harus mendapat perhatian serius dari Pemerintah Provinsi Kepri, dan pemerintah Kabupaten/Kota se-Kepri.
Hal ini, katanya, merupakan tanggung jawab bersama, karena pemilik wilayah tujuan investasi ada di Kabupaten/Kota.
Baca Juga:Â BPOM Batam Awasi Anti Mikrobial Resisten dan Penggunaan Obat Ilegal
Ia melanjutkan, data yg dirilis BKPM tersebut membuktikan bahwa belum sinkronnya program menarik investasi antara Pemprov dan Pemkab/kota.
“Sebaiknya gubernur mengundang seluruh Bupati/wako se-Kepri untuk merumuskan upaya taktis dan strategis dalam mendorong arus investasi masuk ke Kepri pada 2023 ini,” katanya.
Ia melanjutkan, hal ini perlu menjadi perhatian serius. Sebab, Kepri sendiri sudah banyak diberikan kemudahan fiskal oleh pemerintah pusat melalui penetapan 4 FTZ dan 3 KEK. Tidak ada satupun wilayah di Indonesia yang punya keunggulan komparatif seperti Kepri.
“Tapi performa investasi baik PMA dan PMDN ke Kepri terus merosot,” tegasnya.
Pemkab/Kota yang memiliki FTZ di wilayahnya seperti Bintan, Tanjungpinang, dan Karimun harus memikirkan bagaimana meningkatkan daya saing dan daya tarif kawasan, sehingga investor berminat masuk.
Baca Juga:Â Antisipasi Cuaca Buruk, Polda Kepri Siagakan Ratusan Personel dan Kapal PatroliÂ
Harus dipikirkan apa keunggulan kawasan dan karakteristik industri seperti apa yang bisa berkembang, serta bagaimana strategi mempromosikan keunggulan wilayah ini kepada calon investor.
“Harus ada upaya-upaya yang out of the box dari pengelola kawasan agar investor mau menanamkan modalnya,” katanya.
Tentu saja dalam hal ini, pemerintah daerah tidak bisa sendirian. Perlu adanya kerjasama dengan stakeholder yang lain, yaitu organisasi pengusaha seperti Kadin, Apindo dan HKI untuk meningkatkan promosi investasi hingga ke luar negeri.
Pemda dan pengelola kawasan harus jeli melihat dinamika industri global seperti kondisi perang dagang AS-Cina. Ketegangan hubungan Cina-Taiwan, konflik geopolitik Rusia-Ukraina, ancaman resesi global, krisis pangan dan energi, dan masalah global supply chain.
Baca Juga:Â Anggota DPRD Batam Ditangkap Polisi karena Narkoba, BK Belum Bisa Jatuhkan Sanksi
“Ekonomi tahun ini diprediksi makin berat, namun jangan lupa ada peluang disetiap krisis. Ini yang harus dimanfaatkan dan tentunya harus dikaji dan dirumuskan apa langkah yg harus diambil,” tuturnya.
Ia menambahkan, pemerintah daerah juga harus terbuka dan menjalin kerjasama dengan semua pihak. Ini masalah bersama yang harus diselesaikan. Sebab, ia melihat belum ada program yang luar biasa dari para pengelola kawasan.
“Semua promosi invesasi ke luar negeri selama ini gagal menarik minat investor asing. Ini harus dievaluasi,” katanya.
Selain itu, Gubernur harus menetapkan status Darurat Investasi untuk Kepri. Ini merupakan masalah serius.
“Karena seperti instruksi Presiden Jokowi, dengan investasi ini lah lapangan kerja bisa terbuka, pengangguran bisa teratasi, kemiskinan bisa dikurangi, ekonomi bisa bergerak, dan Indonesia bisa semakin memiliki daya tahan menghadapi badai resesi,” imbuhnya.
Baca Juga:Â Pemerintah Tidak Konsisten, Investasi di Kepri Merosot Tajam
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam, Rafki Rasyid, mengungkapkan, posisi realisasi investasi di Kepri tahun 2022 yang berada di posisi 13 untuk investasi PMA dan 23 untuk PMDN, tentunya tidak mengenakan bagi semua pihak yang ada di Provinsi Kepri.
Karena investasi merupakan salah satu faktor penting yang bisa menopang pertumbuhan ekonomi Kepri ke depannya.
“Jika saat ini posisi Kepri melorot, maka ini menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi kita beberapa tahun mendatang akan ikut terdampak,” ketanya.
Namun demikian, lanjut Rafki, semua pihak tentu harus hati-hati dalam membaca data peringkat investasi tersebut. Karena ketika posisi Kepri melorot, maka bisa saja investasi tetap tumbuh baik, namun daerah lain tumbuh lebih baik dari Kepri.
“Sehingga bisa mengejar posisi Kepri secara peringkat,” katanya.
Dalam investasi, saingan Kepri itu tidak hanya Provinsi lain, tapi juga negara tetangga yang punya infrastruktur yang lebih baik dan tawaran fasilitas investasi, juga insentif pajak yang lebih menarik. Sehingga PMA yang akan masuk ke Kepri bisa membelok berinvestasi ke negara tetangga yang memberikan aneka penawaran menarik.
Baca Juga:Â Tidak Ada Penundaan Kapal Akibat Cuaca
Selaniutnya kata Rafki, harus diingat juga bahwa Kepri khususnya Batam dan kawasan FTZ lainnya di Kepri memang disiapkan untuk menampung investasi asing (PMA) khususnya dari Singapura. Sehingga tidak heran kalau untuk realisasi PMDN Kepri berada pada peringkat 23.
“Sementara untuk realisasi PMA tahun 2022 yang lalu kita masih relatif lebih baik walaupun posisinya turun dari biasanya berada di 10 besar,” katanya.
Tapi tentu saja penurunan peringkat Kepri ini, harus jadikan peringatan lampu kuning bagi Kepri. Seluruh stakeholders yang ada terutama yang bertugas mendatangkan investasi ke Kepri harus melakukan evaluasi. Merumuskan lagi langkah langkah yang lebih akurat dalam menggaet investor ke Kepri khususnya PMA.
Infrastruktur investasi yang ada harus terus ditingkatkan terutama pelabuhan dan Bandara. Insentif investasi yang saat ini ada mungkin masih kurang menarik bagi investor, maka bisa dicarikan lagi insentif apa yang dirasa menarik bagi investor.
Baca Juga:Â 38 Titik PJU dari Simpang Taiwan Menuju Punggur Padam, Ini Penyebabnya
Hambatan-hambatan investasi yang selama ini dikeluhkan pengusaha sebaiknya segera dibenahi. Seperti masalah perizinan, energi, bahkan masalah air bersih yang masih mengalami gangguan yang mengganggu aktivitas produksi.
“Termasuk juga masalah demonstrasi masih dikhawatirkan oleh investor di Kepri,” katanya.
Ia menambahkan, cara-cara konvensional dalam menarik investor dari luar yang selama ini digunkan juga sebaiknya direformasi. Saat ini dibutuhkan cara cara yang lebih kreatif dan inovatif dalam meyakinkan investor untuk berinvestasi akibat semakin terbukanya akses informasi yang bisa diakses calon investor.
“Jaringan untuk mencari investor baru juga perlu terus diperluas untuk mendapatkan investor yang lebih beragam. Sebagai contoh investor dari negara negara Timur Tengah yang saat ini perekonomiannya terus berkembang, perlu juga digaet karena mereka merupakan investor yang cukup potensial selain investor dari negara negara yang saat ini berinvestasi di Kepri,” imbuhnya.
Baca Juga:Â Batam Pos Juara 2 Front Page Jawa Pos Group
Ketua Bidang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia, Tjaw Hioeng, mengatakan, terkait realisasi investasi 2022, dimana Kepri hanya menempati urutan 13 untuk Foreign Direct Investment (FDI) dan 23 untuk PMDN memang sangat disayangkan.
Seharusnya, kata dia, wilayah Kepri yang memiliki 3 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Batam Bintan dan Karimun) mampu bersaing dengan daerah lainnya di Indonesia dalam menggaet FDI.
“Tetapi itulah kenyataan yang harus kita terima, dimana Kepri harus puas berada di luar 10 besar realisasi investasi di Indonesia,” katanya.
Ia menjelaskan, meskipun nilai ekspor Kepri di tahun 2022 naik secara signifikan sebesar 22.90 persen dari tahun 2021 atau dengan total ekspor USD19.625,93 juta, ternyata tidak serta merta meningkatkan realisasi investasi. Ada hal lain yang perlu mendapat atensi khusus baik dari Pemerintah di tingkat daerah dalam hal ini BP Batam, Pemko dan Pemkab, maupun Pemrpov.
“Masih ada sejumlah kebijakan yang rohnya belum selaras dengan penetapan Batam Bintan dan Karimun sebagai Kawasan FTZ,” katanya.
Ia mencontohkan, seperti permasalahan yang terjadi pada NIB industri berskala besar dan resiko menengah tinggi, terkait perizinan rencana detail tata ruang (RDTR) yang belum mempunyai rekomendasi kesesuaian dengan kegiatan pemanfaatan ruang (KPPR).
“Sehingga investasi baik baru maupun perluasan memerlukan persetujuan teknis untuk KKPR dengan penilaian yang masih lama proses penyelesaiannya. Karena harus melibatkan beberapa instansi, sehingga persetujuan di bidang lingkungan yang merupakan perizinan selanjutnya dalam realisasi menjadi terhambat,” katanya.
Selanjutnya, terkait Persetujuan di Bidang lingkungan khususnya PMA, masih mandatory yang menjadi kewenangan pusat. Provinsi Kepri; Kota Batam; Kabupaten Bintan dan Karimun justru tidak masuk dalam daftar penugasan yang dikeluarkan berdasarkan SK Kementerian LHK no.1295/2022.
“Mari kita benahi aturan main yang jelas seperti di amanatkan dalam PP41 tahun 2021 dan aturan Percepatan penyelesaian Rencana Induk Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Bintan dan Karimun masih belum rampung juga, sehingga 2023 ini Kepri bisa masuk dalam 10 besar daerah destinasi realisasi investasi di Indonesia,” imbuhnya.(*)
Reporter: Eggi Idriansyah