batampos – Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengumumkan kenaikan rata-rata upah minimum secara nasional sebesar 6,5 persen menuai beragam tanggapan di Batam. Para pengusaha merasa kebijakan ini memberatkan dunia usaha, sementara serikat buruh menilai kenaikan tersebut masih jauh dari mencukupi kebutuhan hidup layak (KHL).
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid, mengungkapkan keprihatinannya terhadap keputusan tersebut. Menurutnya, kondisi pasar global yang sedang melambat membuat dunia usaha berada dalam tekanan besar.
“Angka 6,5 persen itu, kalau kita lihat dari pertumbuhan ekonomi dan kondisi pasar global yang melambat sekarang, akan memberatkan dunia usaha. Kami tidak memahami dasar pemerintah menaikkan upah minimum sebesar ini. Kami khawatir kebijakan ini akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja besar-besaran di Batam,” kata Rafki, Minggu (1/12).
Selain itu, Rafki mempertanyakan langkah pemerintah pusat yang mengambil alih penentuan upah minimum. Menurutnya, kebijakan ini seharusnya tetap menjadi kewenangan pemerintah daerah melalui rekomendasi Dewan Pengupahan.
“Kami cukup kaget ketika upah minimum diputuskan langsung oleh Presiden. Daerah memiliki karakteristik berbeda, sehingga yang lebih memahami kebutuhan lokal tentu masyarakat di daerah masing-masing. Jika dipukul rata 6,5 persen, justru disparitas upah antardaerah akan semakin melebar,” ujarnya.
Selain angka kenaikan, disparitas upah antardaerah juga menjadi perhatian utama. Rafki menilai kenaikan rata-rata nasional justru dapat memperlebar kesenjangan antara daerah dengan upah tinggi dan daerah dengan upah rendah.
“Seharusnya upah di daerah yang masih ketinggalan didorong naik lebih tinggi, sementara daerah dengan upah tinggi cukup mempertimbangkan inflasi dan kenaikan KHL. Dengan begitu, disparitas dapat diperkecil,” tegasnya.
Pengusaha berharap agar pemerintah tidak terus-menerus mengubah kebijakan pengupahan karena dapat memengaruhi minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Meskipun kebijakan ini sudah diumumkan secara lisan oleh Presiden, Apindo Batam masih menunggu terbitnya aturan resmi untuk melihat bagaimana implementasinya.
“Kami belum tahu bentuk penerapan kebijakan ini seperti apa. Kami berharap pemerintah segera menerbitkan regulasi terkait upah minimum agar dunia usaha punya pegangan jelas,” kata Rafki.
Di sisi lain, Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam, Yafet Ramon, mengatakan, kenaikan ini belum mencukupi KHL yang diperlukan para pekerja.
“Kami dari serikat pekerja, serikat buruh, dan Partai Buruh yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Batam mengapresiasi langkah Presiden Prabowo yang mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168. Namun, perlu digarisbawahi bahwa angka 6,5 persen ini masih jauh dari kebutuhan hidup layak, terutama di Batam,” ujar Yafet.
Berdasarkan survei yang dilakukan FSPMI di tiga pasar di Batam: Pasar Botania 2, Pasar SP Batuaji, dan Pasar Tiban Center—terdapat lonjakan harga bahan pokok yang signifikan. Survei terhadap 64 item kebutuhan pokok menunjukkan bahwa rata-rata KHL pekerja di Batam mencapai Rp6,1 juta per bulan, atau setara dengan kenaikan 30 persen dari UMK Batam 2024.
“Kenaikan ini memang positif sebagai bentuk komitmen terhadap kesejahteraan pekerja, tetapi kami berharap penghitungan upah minimum lebih mendekati realitas kebutuhan pekerja di daerah seperti Batam yang merupakan kota industri,” tambah Yafet.
Yafet juga berharap pemerintah melakukan penyesuaian kebijakan agar kenaikan upah minimum lebih adil dan mendukung kesejahteraan buruh. “Kami ingin kebijakan ini tidak hanya berlandaskan angka rata-rata nasional, tetapi benar-benar mencerminkan kebutuhan di tiap daerah. Dengan begitu, kesejahteraan pekerja dapat meningkat secara merata,” tutupnya. (*)
Reporter : Rengga Yuliandra