Selasa, 24 Desember 2024

Said Didu Ikut Aksi Bersama Mahasiswa Terkait Rempang, Ajukan Beberapa Tuntutan

Berita Terkait

spot_img
Aliansi mahasiswa dari berbagai universitas melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Badan Pengusaha (BP) Batam pada Senin (23/12). Aksi ini digelar untuk menuntut keadilan atas peristiwa kekerasan yang dialami warga Rempang beberapa waktu lalu. F.Azis Maulana

batampos – Aliansi mahasiswa dari berbagai universitas melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Badan Pengusaha (BP) Batam, Senin (23/12). Aksi ini digelar untuk menuntut keadilan atas peristiwa kekerasan yang dialami warga Rempang beberapa waktu lalu, serta meminta pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap hak-hak masyarakat setempat.

Koordinator BEM Universitas Riau Kepulauan (Unrika), Edi, menyatakan aksi tersebut bertujuan menyuarakan keprihatinan atas perlakuan represif terhadap warga Rempang.


“Kami datang untuk menyampaikan aspirasi terkait penindasan terhadap warga. Kenapa harus ada kawat berduri dan pengamanan berlebihan seperti ini?” ujarnya.

Mahasiswa mengajukan beberapa tuntutan kepada BP Batam, termasuk memberikan kepastian hukum, melindungi hak masyarakat lokal, serta menghentikan segala bentuk kekerasan dan intervensi.

Baca Juga: Respons Demo Mahasiswa, BP Batam Janji Relokasi Warga Rempang untuk Masa Depan Lebih Baik

Edi menegaskan, kehadiran mahasiswa bukan sekadar aksi ikut-ikutan, tetapi sebagai bentuk kontrol sosial terhadap isu yang telah menjadi perhatian nasional.

Dalam aksinya, mahasiswa juga menyoroti pernyataan salah satu pejabat BP Batam yang dianggap meremehkan situasi di Rempang.

Menurut Koordinator Wilayah Sumbagut BEM SI Kerakyatan, Respati Hadinata, pernyataan tersebut sangat disayangkan.

“Kemarin, warga yang diserang sudah mengalami luka parah. Ada posko mereka dirusak. Tapi pejabat BP Batam justru berkata, ‘belum ada yang mati.’ Ini sungguh ironis,” ungkapnya.

Mahasiswa juga memprotes sikap pejabat BP Batam yang seolah menganggap mereka datang hanya untuk mencari pekerjaan.

Baca Juga: Mahasiswa Batam Tuntut Keadilan untuk Warga Pulau Rempang

Pernyataan tersebut merujuk pada rencana proyek PSN Rempang Eco-City yang disebut membutuhkan investasi sebesar Rp170 triliun dan akan membuka 30 ribu lapangan kerja dalam lima tahun ke depan.

“Apa yang kami tanyakan justru dijawab dengan angka investasi dan lapangan kerja. Seakan-akan kami ke sini untuk meminta pekerjaan, padahal kami datang untuk menuntut keadilan,” kata Respati.

Mahasiswa mendesak agar pemerintah, melalui BP Batam, mempertimbangkan kembali proyek Rempang Eco-City yang dinilai tidak berpihak kepada masyarakat. Mereka juga mengecam sikap aparat hukum yang dianggap tutup mata terhadap intimidasi yang telah dialami warga selama dua tahun terakhir.

Selain itu, mahasiswa meminta BP Batam mengambil sikap tegas terhadap tindakan arogansi PT MEG, perusahaan yang terlibat dalam konflik tersebut.

“Mengapa hingga kini tidak ada penangkapan terkait penyerangan terhadap warga? BP Batam sebagai perwakilan pemerintah pusat harus bertanggung jawab atas tindakan arogansi terhadap masyarakat lokal,” tegas Respati.

Aktivis nasional Said Didu turut hadir dalam aksi ini dan mengkritik keterlibatan investor asing dalam proyek Rempang Eco-City. Menurutnya, sangat tidak masuk akal jika pihak asing diberikan kuasa penuh, sementara warga setempat justru kehilangan hak mereka.

“Apakah masuk akal pihak asing bisa menguasai tanah, sedangkan rakyat kita tidak boleh?” ujarnya.

Said juga meyakini bahwa proyek ini dapat dibatalkan oleh pemerintah, karena keputusan terkait proyek PSN berada di tangan Presiden RI.

Baca Juga: BP Batam: PSN Rempang Eco City, Motor Baru Penggerak Ekonomi Masyarakat

Said mengungkapkan bahwa ia telah mengunjungi Rempang dan menyaksikan langsung kekerasan yang terjadi.

“Tiga posko warga dirusak secara sistematis. Bahkan, ada foto Presiden RI Prabowo Subianto dan Jenderal Sudirman yang dirusak oleh perusuh. Kita bisa menduga siapa pelakunya,” katanya.

Ia juga menyoroti fenomena oligarki yang dianggap semakin mengancam keberlangsungan negara. “Oligarki yang menguasai tanah dan menggusur rakyat bisa membuat negara runtuh. Ini sangat berbahaya,” ujarnya. (*)

 

 

Reporter: Azis Maulana

spot_img

Update