batampos – Sidang dugaan pembobolan rekening nasabah BRI sebesar Rp 12,5 miliar ditunda majelis hakim Pengadilan Negeri Batam, Selasa (16/4). Alasannya, saksi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) belum bisa hadir.
Sebelum sidang ditunda, majelis hakim yang diketuai Yuanne meminta ketiga terdakwa yakni Furqon, Harry dan Khairul duduk di kursi terdakwa. Yang kemudian menanyakan kepada JPU terkait agenda sidang. JPU kemudian menjelaskan saksi yakni ahli belum bisa hadir, dan meminta sidang ditunda.
“Karena sidang sudah dua kali tunda, dan mengingat masa tahanan terdakwa, maka saya tunda sidang hingga Kamis (18/4) depan,” ujar hakim.
Baca Juga:Â Misteri Rp 9,7 M Uang Nasabah BRI
Hakim juga mengingatkan agar sidang tak lagi ditunda, karena masih banyak agenda sidang selanjutnya. “Karena sidang ditunda, memerintahkan ketiga terdakwa dikembalikan ke tahanan dan datang pada hari Kamis,” sebut hakim.
Usai sidang, kuasa hukum terdakwa Lisman mengatakan agenda sidang ditunda karena ahli tak bisa hadir.”Sudah dua kali ditunda, karena ahli belum bisa hadir,” ujar Lisman.
Diketahui sebelumnya, Furqon, Harry dan Khairul didakwa karena telah membobol rekening nasabah BRI Rp 12,5 miliar. Namun di persidangan saksi ahli tim investigasi BRI pusat, Andri di persidangan dugaan pembobolan uang nasabah BRI Rp 12,68 miliar oleh tiga mantan karyawan BRI di Pengadilan Negeri Batam, Senin (18/3) lalu menguak fakta baru.
Sebab, keseluruhan uang nasabah Rp 12,68 miliar itu tak mengalir ke rekening ke 3 terdakwa, yakni Furqon, Harry dan Khairul. Dimana ternyata aliran dana paling besar masuk ke Harry Rp 2,3 miliar, kemudian Furqon Rp 450 juta dan Khairul Rp 100 juta, yang ditotal Rp 2,9 miliar. Artinya masih ada Rp 9,7 miliar yang tidak tahu keberadaanya.
Dipersidangan saksi Andri menyebutkan, jika dua dari terdakwa telah mengembalikan kerugian 100 persen atas pembobolan rekening BRI nasabah melalui internet banking Brimo. Yakni Furqon Rp 450 juta dan Khairul Rp 100 juta.
“Furqon dan Khairul sudah mengembalikan 100 persen,” ujar Andri di persidangan yang dipimpin hakim Yunane Marietta, didampingi oleh hakim anggota Douglas RP. Napitupulu dan Andi Bayu Mandala Putera Syadli.
Sedangkan terdakwa harry mendapat aliran dana paling besar Rp 2,3 miliar belum mengembalikan sepenuhnya. Pengembalian oleh terdakwa Harry hanya dalam bentuk emas.
“Terdakwa Harry Rp 2,3 miliar, dikembalikan dalam bentuk emas. Namun belum semuanya, untuk jumlah pastinya saya tidak tahu. Bu Luci yang tahu,” jelas Andri.
Menurut Andri, miliaran uang nasabah lainnya mengalir ke rekening bank lain. Namun, pihaknya tak bisa mendeteksi keberadaan uang tersebut. “Kami tak bisa melacak , karena mengalirnya ke bank lain. Kalau misalnya sesama bank BRI mungkin bisa kami lacak,” jelas Andri.
Masih kata Andri, tim investigasi BRI juga telah mengkonfirmasi ke bank lain yang mendapat aliran dana tersebut. Namun uang tersebut sudah habis.
“Kami tak bisa melacak. Kami koordinasi juga ke bank lain, ternyata sudah habis. Uang tersebut di transfer ke berbagai bank, kemudian ditransfer lagi ke rekening bank lain,” tegasnya.
Hakim Yuanne seakan bingung dengan penjelasan itu. Menurut Yuane, seharunya aliran dana itu bisa ditelusuri, karena sudah melapor ke polisi. Apalagi kerugian sudah belasan miliar yang merugikan nasabah.
“Saya sebagai orang awam, berpikir harusnya bisa ditelusuri kemana dan penerimanya. Apalagi sudah lapor polisi,” tegas Yuanne.
Yuanne juga mempertanyakan dalam tanda kutip kenapa Ka Unit menyampaikan password User di depan umum sehingga didengar oleh orang lain, salah satunya terdakwa.
“Nah, ini yang tanda kutip. Ada apa menyampaikan secara langsung dan di depan umum. Ini yang harus ditelusuri,” sebut hakim Yuane.
Tim kuasa hukum ketiga terdakwa dari LBH Suara Keadilan, Vierki Siahaan dan Lisman juga mempertanyakan aliran dana para nasabah. Apalagi saksi Andri menyebutkan aliran dana paling besar hanya mengalir ke terdakwa Harry Rp 2,3 miliar, kemudian Furqon Rp 450 juta dan Khairul Rp 100 juta.
“Kami sudah berulang kali menanyakan aliran dana itu dan berapa kerugian sebenarnya. Namun mereka hanya menjawab banyak, tak merinci,” sebut Vierki.
Vierki juga menyayangkan para saksi internal BRI yang hadir menjadi saksi sama sekali tak membawa data. Ada pun saksi Andri membawa laptop yang juga tak bisa merinci data aliran dana.
“Perkara ini berhubungan dengan data. Tapi mereka seperti menyepelekan data, karena tak satupun membawa data. Buktinya saat kami tanya aliran dana itu, mereka tak bisa jelaskan,” pungkas Vierki. (*)
Reporter: Yashinta