batampos – Sidang tindak pidana dugaan pembobolan rekening nasabah BRI yang dilakukan tiga mantan pegawai BRI di Batam masuk agenda pembelaan terdakwa. Ketiga terdakwa yakni Harry, Furqon dan Khairul minta keringanan karena menyesal.
Bahkan penasehat hukum terdakwa tindak pidana yang terjadi bukan sepenuhnya kesalahan ketiga terdakwa, namun ada andil pimpinan mereka (pihak BRI).
Pembelaan terhadap ketiga terdakwa disampaikan dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Batam, Rabu sore. Pada pembelaan itu, ketiga terdakwa meminta keringanan hukuman, karena menyesali perbuatan mereka. Mereka juga sebagai tulang punggung keluarga.
“Kami memohon kepada majelis hakim memberi keringanan hukuman dan seadil-adilnya, kami menyesali, apalagi kami tulang punggung keluarga,” ujar terdakwa bergantian.
Baca Juga: Pengelola Pelabuhan Mengaku Tak Pernah Dengar Keluhan Wisman Terkait Harga Tiket Batam – Singapura
Tak hanya itu, penasehat hukum terdakwa Lisman dari LBH Suara Keadilan juga meminta majelis hakim memberikan hukuman seadil-adilnya untuk terdakwa. Apalagi dalam pembuktian dipersidangan, saksi tak bisa membuktikan kemana saja aliran dana lainnya. Dimana dari Rp 12,5 miliar, hanya terungkap masuk ke rekening para terdakwa Rp 2,9 miliar.
“Kami meminta keringanan dari tuntutan hukuman jaksa. Karena kami merasa mereka (para terdakwa) ini tidak seutuhnya sebagai pelaku, pasti ada andil pimpinan mereka dalam kasus ini,” sebut Lisman.
Tak hanya itu, dalam pembelaan Lisman juga menyebutkan adanya hal-hal yang coba ditutupi. Apalagi pihak BRI tidak bisa menunjukan data atas dugaan korupsi itu selama persidangan. Begitu juga jaksa tak pernah mampu menghadirkan saksi korban yang merupakan korban dari perkara ini.
“Dua kali kami minta data, tapi pihak BRI tak pernah bisa menghadirkan. Padahal ini perkara berkaitan dengan data,” kata Lisman.
Tak hanya meminta keringanan, penasehat hukum juga meminta agar sejumlah harta milik terdakwa yang disita oleh BRI dapat dikembalikan. Seperti sertifikat rumah, 4 keping emas antam yang masing-masing 100 gram, dan buku tabungan istri terdakwa.
“Apalagi, saksi-saksi dari BRI juga tidak bisa membuktikan apa kaitannya barang bukti diatas dalam perkara ini, yang seharusnya SOP yang melakukan penyitaan barang bukti adalah pihak Polisi bukan pihak BRI semata. Istri terdakwa juga bisa membuktikan kalau emas dan rumah yang disita jauh dibeli sebelum kejadian tersebut,” ungkap Lisman.
Baca Juga:Â Imigran Asal Irak Begal Penumpang Ojol, Polisi Tunggu Hasil Visum
Masih kata Lisman, dua dari ketiga Terdakwa juga sudah mengembalikan 100 persen uang yang diterima atas dugaan pembobolan rekening. Sedangkan terdakwa Harry yang sudah berniat mengembalikan tak bisa berbuat apa-apa karena rekeningnya dibekukan oleh pihak BRI.
“Satu terdakwa lagi sudah niat mengembalikan, namun tak bisa karena rekening dia dibekukan pihak BRI dan tabungan istri disita. Jadi kami berharap milik terdakwa itu bisa dikembalikan kepada istrinya,” tegas Lisman.
Atas pembelaan itu, sidang dugaan pembobolan rekening nasabah BRI ini ditunda hingga Senin (10/6) , dengan agenda putusan.
Sebelumnya, tiga mantan pegawai BRI Cabang Batam dituntut 8 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Batam, Senin (3/6). Tak hanya itu, ketiganya yakni Harry, Furqon dan Khairul diwajibkan membayar denda Rp 10 miliar, yang apabila tak diganti maka subsider 6 bulan kurungan.
Pada agenda pembuktiaan keterangan terdakwa, terungkap mudahnya membobol rekening nasabah BRI. Cukup bermodal dan tanpa verifikasi, data nasabah BRI bisa diubah begitu saja. Sehingga proses pemindahan uang nasabah berjumlah belasan miliar bisa dilakukan dalam waktu sesaat.
Hal itu terungkap dalam proses persidangan keterangan terdakwa kasus pembobolan rekening nasabah BRI di Pengadilan Negeri Batam, Kamis (2/5).
Baca Juga:Â Diimingi Nikah, Warga Batam Ditipu Rp 41 Juta
Terdakwa Harry mengatakan pembobolan rekening nasabah itu berawal saat ia dihubungi Sepra (DPO) yang merupakan teman ngopi yang baru dikenal kurang satu tahun. Dikatakan Harry, Sepra kemudian mengajak bertemu untuk ngopi dan menyampaikan maksudnya agar rekening orang tuanya bisa disinkronkan karena sedang sakit.
Mirisnya, proses sinkronisasi data ternyata tak perlu untuk menghubungi orang yang memiliki rekening. Akibatnya, uang nasabah belasan miliar raib dalam waktu sekejap setelah proses sinkronisasi.
Tak hanya itu, pada proses keterangan saksi, juga diterungkap fakta bahwa ketiga terdakwa hanya mendapat uang Rp 2,9 miliar dari Rp 12,5 miliar uang nasabah yang dibobol.
Diketahui, ketiganya dijerat dengan pasal undang-undang IT karena telah membobol rekening nasabah BRI senilai Rp 12,5 miliar. Uang belasan miliar itu merupakan milik dari 2 nasabah BRI yang tinggal di Makasar dan Palu. (*)
Reporter: Yashinta