Selasa, 15 Oktober 2024

Sepanjang Tahun, KKP Tangani 5 Kasus Pengerukan Pasir Laut di Kepri

Berita Terkait

spot_img
unnamed 2
Salah satu kapal yang diduga menyedot pasir laur dari perairan Indonesia ditangkap KKP.

batampos – Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) telah menangani lima kasus pengerukan pasir laut di Kepri sepanjang tahun 2024 ini.

Lima kasus tersebut yakni dua kasus penambangan pasir laut dan satu kasus pasir timah hasil penindakan terdahulu dan sudah diproses sesuai UU Cipta Kerja. Serta dua kasus terbaru adalah hasil penindakan KKP yakni penghentian operasional dua kapal keruk (dradger) MV YC 6 dan MV ZS 9 berbendera Singapura yang melakukan kegiatan pengerukan dan hasil kerukan (dumping) tanpa izin dan dokumen yang lengkap di Perairan Batam, Kepulauan Riau.

“Ya sudah ada lima kasus dan dua yang baru ini dalam proses,” ujar Kepala PSDKP Batam Thurman melalui Ketua Tim Kerja Intelejen dan Pengawasan Sumber Daya Kekuatan Saiful Anam.

Baca Juga: Batam Dihantam Banjir, BMKG Keluarkan Peringatan

Sejauh ini penindakan terhadap pelanggaran aktifitas tambang pasir laut ini baru untuk pasir laut biasa. Sementara penambangan pasir sedimentasi belum ada, karena memang belum ada izin yang diterbitkan.

“Pasir sedimen kebijakan dari pemerintah pusat. Titik lokasi pastinya masih dalam kajian,” tutur Anam.

Jikapun nanti ada keputusan dan petunjuk terkait penambangan pasir sedimentasi ini, lanjutnya, izin dasar PKKPRL tetap ada juga. Namun sejauh ini belum ada PKKPRL pasir sedimentasi ini.

Untuk kasus persoalan tambang yang bermasalah dengan izin PKKPRL ini pada dasarnya dikenai sanksi administratif dan penertiban perizinan sesuai dengan Permen KKP nomor 30 tahun 2021 tentang pengawasan ruang laut.

Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Viktor Gustaaf Manoppo juga menjelaskan hal yang sama. Sampai saat ini, dalam PP 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi belum ada satupun izin yang dikeluarkan pemerintah.

“Secara regulasi, KKP belum mengeluarkan satu lembar izin kepada siapapun, terkait operasional pengelolaan hasil sedimentasi, ” ujarnya.

Baca Juga: Pembangunan RKB SDN 009 Batuaji Hampir Rampung, Bertambah Tiga Kelas Baru

Sehingga dua kasus ungkapan terbaru ini sebut Viktor, estimasi total potensi kerugian negara bila dihitung dari kegiatan ini dalam satu tahun, 100.000 meter kubik dikali 12 bulan apabila dibawa pasir tersebut diekspor keluar, totalnya dapat mencapai ratusan miliar per tahun kerugian negara.

“Ini baru sumber daya kelautan (pasir laut) belum lagi perizinan yang lainnya mungkin bisa lebih dari itu,” katanya.

Ini jadi dorongan kuat KKP untuk terus memerangi aktifitas penambangan atau penyedotan pasir illegal di tanah air.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono buka suara terkait Penerbitan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Trenggono mengatakan ekspor sedimentasi ini bisa dilakukan dalam bentuk pasir hasil sedimentasi. Namun, ekspor dapat dilakukan bila kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi.

Untuk dua penindakan terbaru yakni; kapal keruk (dradger) MV YC 6 dan MV ZS 9 berbendera Singapura, dalam siaran pers sebelumnya, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Dr. Pung Nugroho Saksono, menjelaskan, bahwa saat dilakukan pemeriksaan, MV YC 6 berukuran 8012 gross tonnage (GT) dan MV ZS 9 berukuran 8559 GT terindikasi melakukan penambangan pasir laut di wilayah Indonesia tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan.

Baca Juga: Pulau-pulau di Kepri Siap jadi Surga Baru Pecinta Wisata Bahari

Hal tersebut merupakan hasil treking dan bisa dibuktikan kepada masyarakat ternyata ada kapal-kapal asing yang diduga melakukan pencurian pasir laut di wilayah Indonesia.

“Menurut pengakuan nakhoda, mereka sering sekali masuk ke wilayah Indonesia. Bahkan dalam satu bulan bisa mencapai 10 kali masuk ke sini (Indonesia), tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang sah. Bahkan tidak punya dokumen kapal, yang ada hanya ijazah nakhoda dan akta kelahiran,” ujarnya.

Di kapal penghisap pasir yang membawa 10 ribu meter kubik pasir itu terdapat 16 orang Anak Buah Kapal (ABK). Dua orang WNI, satu orang warga Malaysia, dan 13 warga negara RRT.

“Mereka menghisap pasir selama 9 jam mendapat 10 ribu (meter kubik) yang dilakukan selama 3 hari dalam satu kali perjalanan. Kapal ini dalam satu bulan bisa 10 kali masuk ke sini. Artinya dalam satu bulan kapal ini mampu mencuri 100.000 meter kubik pasir laut Indonesia,” katanya.

Ipunk juga menegaskan bahwa PSDKP akan terus mengawasi dan menertibkan kapal-kapal dredger ilegal yang beroperasi di perairan lainnya.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Angka 12 Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang Undang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari Perairan Pesisir wajib memiliki KKPRL dari Pemerintah Pusat.

“Disini KKP hadir melakukan penertiban. Harapan kami dapat tetap tertib. Dengan pola pemerintah turun langsung untuk memastikan bahwa aturan yang ada bisa dilaksanakan oleh pelaku usaha dan teman-teman pemerintah daerah,” katanya. (*)

 

Reporter: Eusebius Sara

 

spot_img

Update