batampos – Menjelang Pemilu 14 Februari, para calon legislatif (caleg) bersama tim suksesnya semakin gencar bertemu dengan masyarakat. Ada yang memberikan gagasan dan ide yang akan diperjuangkan jika duduk menjadi anggota DPRD, DPD atau DPR RI. Tetapi banyak juga yang menawarkan uang.
Menawarkan uang yang nyata-nyata masuk dalam kategori politik uang atau money politic ini akan lebih gencar dua minggu menjelang hari pencoblosan. Tetapi uang yang dijanjikan tidak langsung diberikan kepada calon pemilih.
Biasanya, tim sukses di dalam satu perumahan atau lokasi akan memberikannya satu hari sebelum pencoblosan. Uang yang ditawarkan sangat menggiurkan, untuk setiap caleg bisa sampai Rp 300 ribu per suara.
Lina, warga Batuaji yang menceritakan kepada Batam Pos pada Sabtu (27/1) lalu, bahwa ponselnya dihubungi teman sekaligus tetangganya yang menjanjikan akan memberikan uang jika memilih caleg yang ditunjuk temannya.
”Dia itu bertanya apakah calon untuk DPRD Provinsi dan DPR RI sudah ada atau belum. Itu ditanyakan lewat pesan WhatsApp. Saya jawab, belum ada,” kata Lina.
Kemudian, ia menjanjikan akan memberikan uang Rp 250 ribu untuk paket DPRD Provinsi Kepri dan DPR RI.
”Tapi dia minta KTP untuk difoto. Saya kaget sebenarnya, karena dalam Pemilu sebelumnya saya tidak pernah mendapatkan tawaran seperti ini. Tetapi ini nantinya uang ini akan diserahkan satu hari sebelum pencoblosan,” tambah Lina.
Baca Juga: Bapenda Kepri Akan Hadirkan Inovasi Baru Pembayaran Pajak, Tidak Perlu Bertemu Orang
Masih di Batuaji, Yeni, mengaku sudah menerima janji dari seorang temannya yang akan memberikannya uang Rp 900 ribu. Dengan sistem paket, yakni DPRD Kota Batam, DPRD Provinsi, DPR RI, dan calon presiden. Tetapi uang tersebut akan diberikan setelah selesai pencoblosan.
”Baru sebatas janji, uangnya belum ada. Katanya nanti setelah pilih datang ambil uangnya,” ujar Yeni.
Besaran uang yang ditawarkan untuk mendulang suara pemilih ini bervariasi mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per suara. Bahkan ada tawaran paket dari kontestan dengan mengatasnamakan partai politik. Paket ini dalam arti pemilih sepaket dari presiden hingga caleg DPRD kota. Paket ini ditawarkan mulai Rp 900 ribu hingga Rp 1,2 juta per orang.
”Baru sebatas janji, uangnya belum ada. Katanya nanti setelah pilih datang ambil uangnya,” ungkap Yeni, yang mengaku telah menerima janji politik uang dari salah satu caleg Kota Batam.
Berbeda lagi pengakuan Fiska, warga Tiban, Sekupang. Ia mengaku mendapatkan tawaran dari seorang tim sukses yang menjanjikan uang Rp 750 ribu dengan memilih caleg DPRD Kota, DPRD Provinsi, dan DPR RI yang ditunjuk.
”Jadi ini seperti paket. Calegnya itu dari satu partai yang sama,” katanya.
Ia mengatakan, tawaran itu disampaikan warga di lingkungan perumahan yang sudah dikenalnya. Polanya sama, minta fotokopi KTP terlebih dahulu dan uangnya nanti akan diberikan jelang pencoblosan.
Seorang tim sukses seorang caleg di dapil Batuaji juga mengatakan bahwa pihaknya melibatkan kaum ibu rumah tangga untuk mencari warga yang tergiur dengan uang tunai. Ibu-ibu ini dipilih di satu lokasi karena dianggap lebih efektif menyasar warga di sekitar. Tentunya warga yang sudah dikenal akrab.
Baca Juga: Ini Pengakuan IRT di Sekupang yang Tipu Tetangga hingga Rp 400 Juta
”Ini lebih untuk keamanan dari penyelenggara Pemilu. Ibu-ibu yang ditunjuk caleg atau tim sukses ini akan mendatangi tetangga di kompleknya menawarkan ataupun menjanjikan uang untuk memilih kontestan yang akan mengeluarkan uang tadi. Setiap suara atau peserta pemilih yang berhasil digaet mereka pun akan mendapat komisi,” ujarnya.
”Minimal dapat 20 suara dalam satu TPS. Makanya harus gerak pakai uang karena banyak caleg yang akan bersaing,” ujar sumber dari timses caleg DPRD Kota tersebut.
Sementara itu, seorang caleg yang tidak mau menyebutkan nama, menceritakan dapil dan partainya pernah melakukan praktik money politic pada 2019 lalu mengaku kapok dan tidak mau lagi melakukan hal yang sama. Ia mengaku pada saat 2019 lalu, ia menyiapkan uang sekitar Rp 500 juta untuk serangan fajar. Dengan target mendapat suara sekitar 2.500 suara.
Ternyata hasil yang didapatkan sangat jauh dari harapan. Ia memperkirakan, jumlah suara yang ia dapatkan dengan modal Rp 500 juta tersebut hanya bisa meraup sekitar 1.000 suara.
”Jadi, tidak ada sekitar 50 persen. Makanya untuk tahun periode ini, tidak lagi,” katanya.
Ia mengatakan, lebih baik memperbanyak sosialiasi dengan masyarakat. ”Lebih efektif kalau ada acara sosial kita hadir dan ada di sana. Perkenalan dengan warga dan sering-sering ikut dan terlibat dalam kegiatan sosial,” ujarnya.
Ketua DPRD Batam Nuryanto beberapa waktu lalu, kepada Batam Pos juga dengan tegas mengatakan bahwa politik uang hanya akan mencederai jalannya demokrasi. Politik uang hanya akan dilakukan caleg atau orang yang tidak percaya diri.
”Politik uang itu hanya dilakukan orang yang tidak percaya diri dan tidak ada kemampuan bersosialisasi. Jadi mau tidak mau harus pakai cara apapun untuk terpilih,” katanya.
Udin P Sialoho, anggota DPRD Kota Batam yang juga kembali mencalonkan diri sebagai caleg DPRD Kota Batam tegas menolak cara curang untuk jadi wakil rakyat. Bahkan ia yang sudah duduk selama 3 periode memastikan diri terpilih karena sesuai pilihan hati masyarakat di dapil 2 (Bengkong-Batuampar).
Baca Juga: 286 ODGJ Masuk DPT di Batam
”Tiga periode saya duduk sebagai DPRD Kota Batam, tak pernah pakai cara uang agar suara saya terpilih. Kalau saya memakai cara itu (politik uang), tak mungkin saya pakai spanduk tegas menolak koruptor dan politik uang,” ujar caleg dari Partai PDI Perjuangan ini.
Menurut dia, sejak mencalonkan diri 2004 lalu, ia sudah mempersiapkan segala hal agar bisa lebih dekat dengan masyarakat. Ia turun langsung membantu masyarakat, meski akhirnya tidak terpilih.
”Pertama mencalonkan saya berada di urutan 8, saya tak terpilih. Tapi hal itu tak membuat saya menyerah, malah saya semakin mempersiapkan diri untuk maju untuk pemilu berikutnya di tahun 2009. Karena aktif dan selalu ada untuk masyarakat, saya terpilih, bukan karena uang, tapi karena saya selalu ada untuk mereka,” jelas Udin.
Duduk di bangku wakil rakyat, ternyata tak membuat Udin lupa pada masyarakat. Ia malah semakin mencoba dekat dengan masyarakat, dengan memberi bantuan yang tak kenal suku dan agama. Semua pihak ia bantu dengan sukarela tanpa ada embel apapun. Seperti menyiapkan ambulans gratis, program Jumat dan minggu berkah, senam zumba dan lainnya.
Udin optimistis bisa kembali duduk meski di dapilnya hanya ada 7 kursi. Keyakinan itu dari kinerja yang telah ia lakukan selama 5 tahun terakhir. Dengan tidak pernah meninggalkan masyarakat.
Di lain pihak, caleg DPRD Kota Batam lainnya, Amri dari Partai Demokrat juga tidak setuju dengan politik uang. Ia menilai politik uang merupakan hal yang tidak mendidik dan dapat merusak demokrasi.
”Jelas saya juga menolak politik uang. Karena tidak mendidik dan merusak demokrasi,” ujarnya.
Meski pendatang baru, Amri tak akan menggunakan uang agar bisa terpilih. Ia lebih memakai cara pendekatan dengan masyarakat dengan cara silaturahmi, sosialisasi dan komunikasi. Dan hal itu pun sudah ia lakukan jauh-jauh hari sebelum terjun ke dunia politik.
”Saya menerapkan silaturahmi, komunikasi dan sosialisasi, dibanding harus bagi-bagi uang dan sembako dan lainnya. Dan itu saya lakukan jauh sebelum kampanye,” sebut Amri yang juga wakil sekretaris umum KONI Kepri ini.
Anggota DPD RI, Haripinto juga dengan tegas meminta kepada warga untuk menolak politik uang. Ia meminta kepada warga untuk memilih calonnya bukan karena uang tunai Rp 100 ribu atau Rp 200 ribu. Tetapi melihat kedekatan dan kemampuan caleg yang akan dipilih.
”Dan bayangkan kalau seorang caleg terpilih karena uang, maka bagaimana nanti setelah ia terpilih? apakah masih akan peduli?” katanya.
Selama tahapan Pemilu 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), telah menangani sebanyak tiga kasus dugaan pelanggaran pemilu. Dari jumlah itu, sebanyak dua kasus terbukti sebagai pelanggaran dan satu kasus lainnya masih dalam penelusuran.
”Kalau berbicara Kepri, ada 3 kasus dugaan pelanggaran yang kita tangani sepanjang kampanye Pemilu tahun 2024 ini,” ujar Komisioner Koordinator Divisi Hukum dan Sengketa Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Febri Adinanta, Senin (29/1).
Adapun dugaan pelanggaran itu di antaranya pemberian bantuan paket sembako dari Baznas untuk kaum duafa dan fakir miskin di Kabupaten Bintan, yang berisi kartu nama caleg DPRD. Hasil pleno temuan paket sembako Baznas berisi kartu nama caleg dinaikkan ke tahap penyidikan.
”Saat ini sedang berproses. Proses pemanggilan juga sudah kita lakukan,” ujar Febri.
Selanjutnya, kampanye di rumah ibadah yang dilakukan oleh caleg DPRD Kota Batam dari Partai PPP yang diduga dilakukan di dalam Masjid Tiban, Batam. Pelanggaran pemilu ini juga sudah meng-hadapi tuntutan penjara selama enam bulan atas pelanggaran kampanye yang dilakukan di tempat ibadah.
Baca Juga: Modus Investasi Online Shop, IRT di Sekupang Tipu Tetangga hingga Rp 400 Juta
Ketiga, dugaan politik uang yang dilakukan anggota DPD RI yang juga calon anggota DPD RI Ria Saptarika pada saat melakukan kegiatan reses MPR RI 4 Pilar di Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam, pada Minggu (21/1).
”Untuk pak Ria dan caleg PKS dalam hal ini anak beliau belum jadi temuan dan masih dalam penelusuran,” sebut Febri.
Menurutnya, saat ini Bawas-lu masih dalam tahap meleng-kapi bukti-bukti sebelum nantinya dibahas untuk ditindaklanjuti dari hasil penelusuran.
”Saat ini masih tetap proses penelusuran melengkapi bukti-bukti, jika nanti ditetapkan temuan akan kita sampaikan dan sejauh ini belum ada pemanggilan,” tuturnya.
Indikator dikatakan politik uang apa saja, bukankah memberikan barang senilai Rp 100 ribu masih boleh dilakukan caleg? Febri menjawab, kegiatan kampanye yang dilakukan di tahapan pemilu sudah ditentukan bahan kampanye yang boleh diberikan kepada masyarakat. Misalnya, pakaian, kain penutup kepala, alat makan dan minum serta stiker.
”Nah, itu nilainya maksimal Rp 100 ribu dalam bentuk barang dan tak boleh dalam bentuk uang. Hal ini sesuai dengan PKPU Nomor 15 Tahun 2023 dan Nomor 20 Tahun 2023,” ucap Febri.
Febri menjelaskan, regulasi seputar larangan politik uang ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 523 ayat 1, 2, dan 3. Dimana di ayat 1 menjelaskan, terkait perbuatan money politic dengan memberikan uang secara langsung atau tidak langsung kepada peserta kampanye dengan maksud mempengaruhi pemilihan masa kampanye itu ada sanksinya.
Sedangkan di ayat 2 diatur masa tenang ketika ada perbuatan yang diduga money politic dilakukan di masa tenang itu juga ada sanksinya yang diatur di PKPU. Kedua sanksi ini diberikan dalam bentuk diskualifikasi apabila terbukti melanggar aturan.
”Lalu pada ayat 3, terkait money politic di hari pemungutan dan perhitungan suara. Jadi diatur semua mulai dari masa kampanye, masa tenang sampai hari pemungutan suara,” ucapnya.
Febri mengakui bahwa mendekati akhir kampanye, potensi politik uang sangat besar, terutama di masa tenang. Bawaslu, katanya, saat ini sudah terbentuk secara permanen baik di setiap kabupaten/kota, pelantikan pengawas di tingkat kecamatan, pengawas di tingkat kelurahan dan desa. Bahkan, saat ini telah dilantik juga pengawas di tingkat TPS-TPS.
”Untuk kabupaten/kota jumlahnya sekitar 23 orang, kecamatan itu ada 1 petugas sampai 11 orang, dan pengawas di tingkat kelurahan dan kecamatan itu masing-masing satu orang serta satu orang pengawas juga yang disiapkan di tiap TPS. Saat ini mereka semua sudah dilantik,” ucap Febri.
Terkait indikasi politik uang dalam bentuk nontunai, dan langkah antisipasi Bawaslu, ia menjawab, melihat perkembangan zaman saat ini sangat dimungkinkan untuk dilakukan politik uang nontunai tersebut. Tinggal bagaimana pembuktiannya saja.
Bawaslu sudah mengantisipasi dari berbagai hal. Mulai dari potensi yang dilakukan dalam bentuk chip game online dan bahkan melalui Gopay, Dana, dan aplikasi lain. Hanya saja, saat ini, kata Febri, instrumen untuk melacak itu pihaknya belum memiliki data secara maksimal.
”Namun begitu kita akan tetap melibatkan lembaga lain yang memungkinkan untuk melakukan itu. Semisalnya dengan melibatkan dari kepolisian yang berkaitan memiliki perangkat untuk memastikan hal tersebut dilakukan,” ungkap Febri.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat agar selalu menyampaikan apabila ada tawaran yang dijanjikan dan sudah dilakukan proses transaksi dengan mengirimkan bukti rekaman video, rekaman suara atau pun bukti pengiriman.
”Itu semua akan kami telusuri. informasi awal yang disampaikan kepada kami yang dibuat laporan tertulis oleh masyarakat kepada Bawaslu,” pintanya.
”Kami akan lakukan penelusuran jadi tidak informasi ketika beredar sampaikan lewat WA terus kita tetapkan menjadi temuan langsung proses tidak begitu. Ada tahapannya, dimana mengumpulkan bukti-bukti agar ini bisa dipastikan betul ada dugaan pelanggaran atau tidak,” bebernya.
”Jangan sampai nanti buktinya lemah kita paksakan untuk naik ternyata nanti mentah,” tambah Febri.
Baca Juga: Jalan Rusak Batuaji Mulai Ditambal, Warga Berharap Hilir Mudik Truk Pengangkut Tanah Ditertibkan
Caleg yang terbukti melakukan politik uang dan diputuskan secara inkrah oleh pengadilan akan mendapatkan sanksi tegas berupa diskualifikasi dari peserta pemilu. Lalu bagaima jika namanya masih ada di surat suara sementara dia telah diputuskan inkrah, Febri menjawab, ini yang perlu masyarakat ketahui.
Apabila ada salah satu calon yang sudah ditetapkan di DPT dan dalam perjalanannya dia tersandung kasus pidana pemilu sehingga di proses di pengadilan, dan diputus inkrah melanggar dan bersalah oleh pengadilan. Maka KPU wajib mendiskualifikasi yang bersangkutan sebagai calon peserta.
”Di DCT namanya kan tetap ada, KPU wajib mengumumkan itu kepada masyarakat di setiap TPS pada saat pemilihan. Apabila nanti ada masyarakat yang memang tidak tahu dan tetap memilih yang bersangkutan, maka suara tersebut akan masuk ke suara partai. Artinya yang bersangkutan tidak bisa dipilih atau dilantik jadi anggota dewan walaupun suaranya tertinggi karena itu akan masuk menjadi suara partai,” terangnya.
Lalu bagaima jika dia calon anggota DPD yang tidak memiliki partai politik, Febri menjawab, kemungkinan suaranya menjadi tidak sah atau hangus. Mengingat DPD berdiri sendiri karena posisinya perseorangan.
Disinggung mengenai kasus calon anggota DPD RI Ria Saptarika yang membagikan uang Rp 100 ribu pada saat reses beberapa waktu lalu, Febri menjawab, secara prosedural ia sebagai anggota DPD RI itu memungkinkan dapat dilakukan. Hanya saja yang menjadi persoalan di lokasi reses tersebut ada spanduk yang mengajak memilih kepada caleg tertentu.
”Nah ini yang masih kita lakukan penelusuran. Me-ngumpulkan bukti dan saksi-saksi yang ada di lokasi,” bebernya.
Baca Juga: Ditentang Masyarakat, Ternyata Pembangunan Tower di Fasum Perumahan Rexvin Tak Dilengkapi Izin PGB
Hasil proses penelusuran dilakukan setelah bukti kuat dan ditetapkan menjadi temuan. Selanjutnya dilakukan proses klarifikasi oleh Bawaslu kepada semua pihak baik itu terlapor, saksi-saksi, dan juga saksi ahli.
Setelah itu baru dilakukan proses penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian bersama Bawaslu yang juga didampingi oleh kejaksaan. Prosesnya paling lambat 14 hari kerja. Setelah itu barulah dibahas kembali apakah ini dilimpahkan ke penyidikan atau tidak. Dan proses penyidikan itu paling lama 14 hari kerja.
”Nah, proses penyidikan itu paling lama 14 hari kerja setelah penyidikan itu juga ada pelimpahan kepada Kejaksaan dan apabila dinyatakan lengkap maka dilakukan proses penuntutan di pengadilan ini kurang lebih waktunya 35 sampai 40 hari kerja paling lama,” terang Febri.
Sementara itu, Komisioner KPU Provinsi Kepri, Jernih Siregar menjelaskan kampanye pemilu sudah berlangsung. Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah politik uang. Politik uang memang tidak bisa dibendung. Penting sekali peran serta penyelenggara pemilu, peserta pemilu, hingga masyarakat yang meru-pakan pemilih.
Menurutnya, politik uang merupakan gambaran ketidakmampuan caleg dalam meyakinkan pemilih mereka. Kurang percaya diri menyebabkan caleg mencari jalan pintas yang dinilai mampu mendulang suara.
“Jual visi dan misi dan program. Utamakan tatap muka. Di masa kampanye ini yang sudah berlangsung ini APK sudah terpasang, dan itu semua diatur hingga biaya yang digunakan selama masa kampanye maksimal Rp 100 ribu untuk pengadaan APK,” kata dia saat menjadi narasumber Program Ngopi Bersama Batam Pos di Blezing Kafe, Pollux Habibi.
Jernih menegaskan, menjanjikan dan memberikan uang merupakan pelanggaran. Dilarang menjanjikan uang atau materi lainnya. Itu ada konsekuensi hukum di pasal 523, dan pengawasan itu di Bawaslu.
“Artinya kita sebagai penye-lenggara harus ada kesadaran dan siap akan potensi yang ada. Integritas itu penting. Mengimbau kepada seluruh penyelenggara, menyampaikan untuk untuk menjadi integritas. Ada aturan dan memiliki pengawasan internal. Kami juga proses, nanti laporan akan di-followup. Terindikasi politik uang. Siap-siap pidana,” bebernya. (*)
Reporter : Alfian Lumban Gaol / Rengga Yuliandra / YashiNta / Eusebius Sara /
Yofi Yuhendri