Selasa, 17 September 2024
spot_img

Setidaknya Ada 21 Titik Rawan Banjir, DBM-SDA Batam: Sistem Drainase Sudah Tidak Mampu Menampung Air

Berita Terkait

spot_img
IMG 20240909 WA0011
Simpang Duta Mas, Kampung Air yang terendam banjir. (F.Fiska Juanda)

batampos – Hujan dengan intensitas tinggi kembali mengguyur Kota Batam, Senin (9/9), yang menye-babkan banjir di sejumlah titik. Salah satu lokasi yang terdampak adalah Simpang Duta Mas dan Kepri Mall, Batam Center. Banjir juga terjadi di beberapa titik jalan di wilayah Sagulung dan Batuaji.

Misalnya, di Jalan Brigjen Katamso dan R. Suprapto, hampir semua ruas jalan digenangi air. Pengendara harus ekstra hati-hati agar tidak terlibat kecelakaan atau mengganggu pengguna jalan lainnya dengan cipratan air.



Kondisi ini diperparah dengan ceceran tanah yang jatuh dari truk pengangkut tanah, sehingga jalan menjadi becek dan berlumpur. Keselamatan pengendara dipertaruhkan karena kondisi jalan yang sangat tidak nyaman.

Tak hanya itu, genangan air juga menutup lokasi jalan yang berlubang sehingga menjadi jebakan bagi pengendara. ”Kami mengapresiasi upaya pemerintah untuk peningkatan akses jalan atau drainase, tetapi masalah ini belum selesai,” ujar Riyanto, warga Batuaji.

Banjir dan genangan air masih saja terjadi. Banyak jalan yang dikepung banjir karena kontur jalan yang lebih rendah. Drainase juga belum semuanya diperbaiki. Kadang drainase lebih tinggi dari jalan, sehingga air tidak mengalir. Itulah yang menyebabkan banjir dan genangan air masih terus terjadi,” tambah dia.

Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) di Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBM-SDA) Batam, Wan Taufik, mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan upaya rutin normalisasi di beberapa titik. Salah satunya di Simpang Ke­pri Mall, yang baru saja di­nor­malisasi sepekan yang lalu.

“Normalisasi sudah rutin dilakukan, termasuk di Simpang Kepri Mall. Namun, sejak dibangun trash rack (penangkap sampah) dan pelebaran jalan, banjir masih terjadi. Kami akan segera duduk bersama BP Batam untuk mencari solusi yang lebih efektif,” kata Wan Taufik.

Menurut data dari DBM-SDA Batam, terdapat setidaknya 21 titik rawan banjir di kota ini. Banjir tidak hanya terjadi di jalan raya, tetapi juga di kawasan perumahan seperti di wilayah Jodoh, Nagoya, Tiban, Bengkong, dan Marina.

Wan Taufik menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan dua pendekatan dalam menangani masalah banjir, yaitu penanganan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, pihaknya rutin melakukan pembersihan dan normalisasi saluran air, baik menggunakan alat berat maupun tenaga manusia.

“Untuk jangka panjang, kami akan membangun drainase permanen di daerah-daerah yang aliran airnya masih dapat mengandalkan gravitasi. Sementara untuk daerah yang dipengaruhi oleh pasang air laut, kami akan menggunakan sistem polder, yaitu dengan membangun fasilitas fisik seperti saluran drainase, kolam retensi, dan pompa air yang dikelola secara terpadu,” terangnya.

Selain itu, dia juga menekankan pentingnya pemulihan fungsi daerah resapan air di hulu melalui penghijauan dan pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat juga diimbau untuk tidak membuang sampah sembarangan agar saluran air tidak tersumbat dan mengurangi risiko banjir.

Selain curah hujan tinggi, tata guna lahan, dan kapasitas daya tampung menjadi penyebab atau faktor utama banjir yang kerap terjadi di Batam. Jika daerah resapan air limpasannya sedikit, tidak semua air hujan menjadi air permukaan.

Pemerintah pun tidak bisa mengelak bahwa banjir juga disebabkan oleh daya tampung saluran yang sudah tidak mampu menampung debit air. Kawasan Jodoh dan Nagoya, misalnya. Lingkungan di sana sudah tertata, meliputi bangunan, jalan, maupun drainase. Mustahil jika konturnya dinaikkan. Sementara, syarat pengaliran lewat gravitasi itu hanya mengandalkan kemiringan tanah.

”Kinerja drainase tidak semuanya maksimal. Ada juga beberapa persoalan utilitas di dalam saluran yang mengganggu aliran. Untuk Batam ini, 100 persen masih memanfaatkan pengaliran gravitasi,” kata Kepala DBM-SDA, Suhar.

Kapasitas saluran air di lingkungan yang dimaksud sudah maksimal. Secara logika, jika badan jalan diambil untuk pelebaran drainase, sama dengan mengambil badan jalan. Itu tidak mungkin dilakukan.

”Fakta yang dihadapi adalah kita tidak bisa melebarkan saluran, kita tidak bisa meninggikan lingkungan. Kapasitas tetap sama. Kita juga tidak bisa menjamin kecepatan aliran karena kemiringan saluran sedikit. Satu-satunya upaya pengentasan masalah banjir adalah dengan dipompa,” kata dia.

DBM-SDA akan segera membahas dan mengusulkan pengadaan sistem pompa air tersebut ke DPRD Batam. Satu unit pompa semi lengkap beserta konstruksinya ditaksir mencapai Rp20 miliar.

Sistem pompa itu dinilai paling efektif mengatasi banjir, karena mampu membuang 1.800 kubik air per menit. Untuk tahap awal, Batam membutuhkan empat hingga lima titik penempatan pompa air.

”Marina, Bengkong, itu juga dibutuhkan pompa air. Sementara Jodoh, Nagoya, mung-kin ada tiga kebutuhan. Kami bukannya mengistimewakan kawasan Jodoh dan Nagoya, tetapi memang sekarang di sana lebih rentan banjir,” ujar Suhar.

Ia melihat bahwa solusi pengentasan masalah banjir harus dilakukan secara komprehensif dan tidak hanya dengan solusi teknis semata. Solusi komprehensif yang dimaksud meliputi pendekatan kebijakan dan teknis yang harus berjalan bersamaan.

”Sedapat mungkin kita bisa mempertahankan daerah resapan yang masih tersisa. Paling tidak mengurangi air limpahan,” kata dia. (*)

 

Reporter : Arjuna, Eusebius Sara

spot_img
spot_img

Update