Jumat, 27 September 2024

SEZ Johor-Singapura Saingi Investasi Batam

Berita Terkait

spot_img
industri
Maket salah satu kawasan industri baru di Batam. Pengusaha mendesak agar segala hambatan berinvestasi dihapus, mengingat Batam kini punya saingan baru SEZ Johor Bahru-Singapura.
F. Maket Kawasan Industri Tunas

batampos – Pengusaha di Batam mengkhawatirkan pertumbuhan investasi di Kepulauan Riau, khususnya di Batam, akan tergerus setelah pengumuman sejumlah kemudahan untuk berinvestasi di Johor-Singapura Special Economic Zone (SEZ). Salah satunya adalah kemudahan dalam hal pajak yang jauh berbeda dibandingkan dengan di Indonesia.

Kemudahan ini dikhawatirkan berdampak pada Batam, yang merupakan daerah perbatasan dan selama ini dianggap sebagai pesaing Johor. Kawasan yang dikembangkan oleh Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Singapura pada Jumat (20/9) telah mengumumkan berbagai kemudahan di Special Financial Zone Incentive, khusus untuk industri manufaktur.



Salah satunya adalah pemberian pajak sebesar 5 persen hingga 20 tahun (10+10 tahun) dan insentif untuk tunjangan gedung industri sebesar 10 persen.

”Jadi kalau di sana (Johor, red) sudah diumumkan bahwa pajak penghasilan (PPh) untuk perusahaan hanya 5 persen, sementara di kita saat ini masih 21 persen. Bayangkan perbedaannya yang sangat jauh,” kata Ketua Kadin Kepri, Ahmad Ma’ruf Maulana, kepada Batam Pos, Selasa (24/9).

Ma’ruf mengatakan, kemudahan yang diterapkan di SEZ Johor-Singapura akan membuat perusahaan industri manufaktur di FTZ Batam, yang mayoritas merupakan penanaman modal asing, melirik SEZ Johor-Singapura sebagai lokasi strategis untuk relokasi atau ekspansi.

”Kondisi ini tentu tidak kita harapkan terjadi, sehingga sangat diperlukan kebijakan khusus untuk industri manufaktur di FTZ Batam agar setidaknya diberikan kemudahan di bidang perpajakan yang seimbang dengan apa yang diterapkan oleh SEZ Johor-Singapura,” pintanya.

Ia menambahkan, sesuai arahan dari presiden terpilih Prabowo Subianto, target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2025 sebesar 8 persen serta prioritas program pemerintah Indonesia ke depan adalah sektor hilirisasi sumber daya alam, energi bersih, kesehatan, dan pengembangan sumber daya manusia. ”Dan sesuai arahan Bapak Menko, FTZ Batam akan dikhususkan untuk pengembangan hilirisasi pasir silika dan sebagai pusat pengembangan industri semikonduktor. Maka harus didukung dengan berbagai kemudahan,” tambahnya.

Menurutnya, struktur ekonomi Batam dari tahun ke tahun selalu didominasi oleh lapangan usaha industri pe-ngolahan, dengan rata-rata di atas 50 persen terhadap total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Batam. Pada tahun 2023, kontribusi sektor tersebut mencapai 56,38% terhadap total PDRB Kota Batam.

”Bukan hanya itu, kita berharap biaya pengurusan perizinan baik di tingkat daerah maupun pusat juga dipermudah dan dipangkas. Saat ini, banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk satu perizinan,” katanya.

Selain itu, ia juga berharap adanya sinergi di antara semua pemangku kepentingan di Batam dan Kepulauan Riau untuk meningkatkan investasi.

”Wali Kota, Kepala BP Batam, dan Pemprov Kepri harus saling mendukung dan bersinergi untuk pertumbuhan investasi di daerah ini. Kami, pengusaha, akan terus berupaya mendatangkan investor, tetapi tentu harus disertai dengan proses yang mudah dan murah dari pemerintah,” ujarnya.

Ma’ruf sudah melayangkan surat kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian terkait hal tersebut. Ia juga telah menginformasikan kepada Kementerian Keuangan, Kementerian Investasi/BKPM, dan Kadin Indonesia. Ia berharap pemerintah pusat bisa memberikan keputusan terkait insentif perpajakan untuk FTZ Batam.

”Menurut saya, jika insentif ini tidak ada, Batam akan semakin tertinggal dari Johor, dan kita akan kalah dalam menarik dan meyakinkan investor untuk masuk ke Indonesia,” katanya.

Ketua Apindo, Rafki, belum lama ini juga mengatakan bahwa jika pemerintah ingin bersaing dengan Johor, itu akan sulit jika tidak ada pembenahan. Menurutnya, ada beberapa hal yang harus dilakukan, termasuk memperbaiki perizinan berusaha.

”Itu masih ada yang terkendala di pusat, dan Apindo berharap Menko Airlangga mendorong agar perizinan tertentu, seperti Amdal, dilimpahkan ke pemerintah daerah. Tentu saja hal ini dapat meningkatkan daya saing Kepulauan Riau. Namun, jika masih seperti saat ini, mungkin agak sulit bersaing dengan Johor, karena perkembangannya di sana cukup pesat. Selain didukung penuh oleh Pemerintah Malaysia, mereka juga bekerja sama dengan Singapura dalam pengembangan Johor,” sebutnya.

Faktor-faktor tersebut harus segera diperbaiki dan dikaji oleh pemerintah daerah, baik BP Batam maupun instansi terkait. “Kemudian, persoalan lahan juga perlu dibenahi karena keterbatasan lahan di Kota Batam,” ujarnya.

Ia meminta agar hal ini segera dibenahi oleh BP Batam, sehingga ketika investor datang, lahan sudah tersedia. Saat ini masih banyak lahan yang telah dikuasai tetapi masih kosong.

“Kami berharap dalam hal ini BP Batam didukung untuk bisa meneruskannya ke pemerintah pusat, agar perizinan yang ada di pusat dilimpahkan saja ke daerah, tinggal diawasi pelaksanaannya,” tutupnya. (*)

spot_img

Update