Usianya sudah tak muda lagi. Namun, semangatnya masih tetap membara. Siti Hawa namanya. Perempuan kelahiran 1969 di Jakarta ini, masih saja setia mendidik anak-anak Suku Laut di Galang, Batam, Kepri.
Reporter : FISKA JUANDA
SITI Hawa tersenyum saat Batam Pos menemuinya di depan Kantor Dinas Pendidikan Kota Batam, Jumat (25/11) lalu. Ia baru saja menghadiri upacara peringatan Hari Guru di Dataran Engku Putri. Ia menyempatkan diri mampir di kantor Dinas Pendidikan Kota Batam di Sekupang, sebelum kembali ke tempat tinggalnya, di Galang.
Karena mengejar bus yang hanya sekali dalam sehari menuju Galang, Siti Hawa tak memiliki waktu lama berbicang dengan Batam Pos di Dinas Pendidikan. Ia harus mengejar bus yang akan membawanya ke Tanjunguncang.
Setelah berbincang sejenak, Siti Hawa meminta diantarkan ke halte bus yang ada rute dari Sekupang menuju Tanjunguncang. Perbincangan pun dilanjutkan di sepeda motor menuju halte.
Di perjalanan itu, Siti Hawa menegaskan komitmennya akan terus mengajar di Galang. Baginya, hal itu menjadi sebuah pengabdiannya untuk masyarakat sekitar Galang.
Ia tidak mempersoalkan mengenai gaji atau pendapatan yang diterimanya, sebab tujuannya hanya ingin mengajar dan mempersiapkan anak-anak di sana agar lebih siap masuk Sekolah Dasar. “Itu saja,” ujarnya sembari terus melihat jarum jam di tangannya. Saat itu menunjukkan pukul 11.00 WIB.
Baca Juga: Pemko Batam Bangun Ruang Kelas dan Sekolah Baru 2023, Segini Rincian Anggarannya
Dulu, Siti Hawa memang dibayar dengan sekilo gonggong (sejenis siput laut yang jadi kuliner khas Kepri, red) oleh masyarakat Galang. Pembayaran ini atas jasa Siti Hawa mengajar anak-anak Pulau Galang dan sekitarnya di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Meskipun dibayar pakai gonggong, hal itu tak menjadi soal baginya. Sembari tersenyum, ia mengatakan bahwa itu bentuk pengabdiannya ke masyarakat.
Namun kini, kehidupan sedikit berpihak kepadanya. Siti Hawa selain mendapatkan gaji dari yayasan yang menaungi sekolahnya, ia juga mendapatkan insentif dari Pemerintah Kota Batam. “Sudah lumayan sekarang,” ucapnya.
Baca Juga:Â Buruh Mau Demo Apindo, Rafki: Sesuatu Hal yang Lucu dan Blunder
Banyak suka maupun duka yang ia lalui dalam upaya meningkatkan pendidikan anak di pulau. Namun, masalah apapun yang dihadapi, ia tidak pernah memaksakan kehendaknya ke masyarakat setempat.
“Dulu cukup sulit, sekarang sudah lumayan. Meskipun terkadang ada juga problemnya,” tuturnya.
Salah satu problem yang dihadapi saat ini adalah kurangnya partisipasi masyarakat. “Akhir-akhir ini jumlah murid mulai berkurang,” ungkapnya.
Biasanya setiap tahun ajaran baru, murid PAUD Hang Tuah di kisaran 20-an orang. Tapi kini, hanya delapan orang.
Hal ini disebabkan pola pikir masyarakat, yang merasa PAUD hanyalah tempat bermain-main saja. “Memang bermain, tapi sembari belajar,” ujarnya.
Tapi, kata Siti Hawa, konsep inilah yang kurang dipahami masyarakat sekitarnya. Sehingga, tak jarang saat anak-anak masuk ke SD, belum bisa membaca dan menulis.
“Kami di PAUD tidak hanya bermain. Tapi juga memberikan pelajaran, tapi sembari bermain,” tuturnya.
Baca Juga: Industri Galangan Kapal Batam Mulai Bangkit, Butuh Ribuan Tenaga Kerja
Siti mengatakan, ekonomi masyarakat di Galang kebanyakan kurang mampu. Sehingga pembayaran uang sekolah dilakukan dengan mencicil.
Metode ini sudah cukup lama dilakukan oleh Siti. Uang sekolah TK Hang Tuah Rp 60 ribu. Demi meringankan beban masyarakat, Siti menyediakan toples kecil di kelas.
Toples ini diisi uang Rp 2.000 setiap harinya. Isi toples baru dibuka saat akhir bulan.
“Kami buka di depan orang tua,” ujarnya.
Cara ini cukup membantu masyarakat. Sehingga tidak merasa terbebani dengan biaya uang sekolah. “Ini inisiatif saya,” ucapnya.
Siti mengatakan, jika tidak memberlakukan itu, uang sebesar Rp 60 ribu, cukup besar bagi masyarakat Pulau Galang dan sekitarnya. “Ada juga anak yang orangtuanya ekonominya cukup baik. Namun, ada juga yang tidak,” tuturnya.
Berbagai cara dilakukan Siti, agar anak-anak di Galang dapat mencicipi pendidikan PAUD. Siti mengatakan, PAUD adalah tahapan penting bagi anak.
“Kalau tidak PAUD, kadang guru SD melaporkan anaknya sudah kelas 1 atau 2 SD, masih belum bisa membaca,” ujarnya.
Baca Juga:Â Kebutuhan Pasar Tenaga Kerja di Batam Mulai BerubahÂ
Sosialisasi pentingnya PAUD, kata Siti, dilakukan secara perlahan. Sehingga sedikit demi sedikit informasi yang disampaikan, bisa diterima masyarakat.
Saat ini, TK Hang Tuah hanya memiliki dua pengajar. Sebenarnya tiga orang, namun satu orang memilih untuk berhenti sejenak. Karena baru saja melahirkan.
Ia berharap, dengan keberadaan TK Hang Tuah dapat memberikan manfaat lebih ke masyarakat. Selain itu, ia berharap, semakin banyak anak-anak yang masuk ke PAUD.
“Daerah ini semakin berkembang, sehingga persiapan anak-anak untuk masuk ke sekolah dasar semakin membaik.”
Siti mengaku, dirinya tidak ingin tertinggal dalam segi ilmu. Ia terus mempelajari metode pengajaran yang baru terhadap anak didiknya.
Bahkan, Siti terus memperbarui pengetahuannya, dengan kembali kuliah. “Alhamdulillah, sekarang ini saya sudah S1, sejak 2019 lalu,” tuturnya.
Ia berharap ilmu yang dimilikinya bisa berguna, untuk pengembangan pendidikan anak-anak di Galang. “Sejauh ini, kami satu-satunya PAUD yang ada di jembatan 6,” katanya. (*)