batampos – Pilkada sebentar lagi digelar serentak 27 November 2024. Di Provinsi Kepri hingga kabupaten/kota, semua kontestan sudah mendaftar dan siap bertarung memperebutkan kursi kekuasaan di masing-masing tingkatan setelah penetapan oleh KPU.
Perebutan kursi nomor satu di Kepri dan Kota Batam, menjadi yang paling mendapat perhatian. Di Provinsi Kepri, ada dua pasangan kontestan yang memastikan bertarung ketat, yakni petahana Anshar Ahmad yang berpasangan politisi Gerindra, Nyanyang Harris Pratamura (Ansar-Nyanyang) dan penantang baru HM Rudi (Walikota/kepala BP Batam) yang berpasangan dengan Aunur Rafiq (Bupati Karimun).
Pasangan Ansar-Nyanyang diusung dan didukung 11 parpol, yakni Partai Golkar, Gerindra, Demokrat, Perindo, PAN, PKB, PKS, PPP, Gelora, Partai Ummat, dan Partai Prima.
Sedangkan pasangan Rudi-Rafiq diusung partai NasDem, PDI Perjuangan, dan PSI. Selain itu, ada partai pendukung dari Hanura, PKN, dan Buruh.
Sementara di Kota Batam, pasangan Amsakar-Li Claudia (AsLi) yang semula akan berhadapan kotak kosong karena 11 partai sudah bergabung ke AsLi, kini punya lawan sepadan setelah MK mengeluarkan putusan 60 yang membuat PDI Perjuangan bisa mengusung pasangan calon, yakni Nuryanto-Hardi Selamat Hood (Nadi).
Meski masih menunggu penetapan pasangan calon oleh KPU, namun sudah ada indikasi gerakan-gerakan pihak ketika yang mencoba melakukan gerakan-gerakan untuk memuluskan pasangan tertentu, dengan men-downgrade pasangan lainnya.
Pergerakan-pergerakan inkonstitusional alias ilegal pemain ketiga itu, terdeteksi oleh Tim Pemenangan Pasangan HMR-Aunur Rafiq.
”Kami melihat lapangan mulai becek. Baik di Kepri (pilgub) maupun di Kota Batam,” ujar ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Kepri, sekaligus ketua dewan pengarah tim pemenangan paslon Muhammad Rudi-Aunur Rafiq (HMR-AuRa), Soerya Respationo di Podacast Batam Pos, Jumat (6/9).
Soerya yang didampingi Ketua Tim Pemenangan Paslon HMR-AuRA, Irjen Pol (Pur) Darmawan menyebut, yang terdaftar di KPU masing-masing dua paslon, namun pihaknya mengindikasikan ada pemain ketiga yang sebetulnya inkonstitusional atau ilegal.
”Pemain resmi belum ngegas, yang tak resmi sudah mulai ngegas dengan rayap-rayapnya. Ini tak boleh kita biarkan,” tegas Soerya.
Ia menegaskan, PDI Perjuangan tetap dalam komitmen menjadikan pesta demokrasi di Kepri tetap ideal, yakni pemilu yang berkualias, bermartabat, bersih, jurdil, langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Namun sering kali, apa yang diidam-idamkan itu, di lapangan justeru dihadapkan dengan hal-hal yang berbeda antara teori dan kenyataan. ”Das Sollen dan Das Sein tidak sama,” ujar Soerya.
Karena melihat adanya indikasi-indikasi pemain ketiga yang sebetulnya ilegal yang mencoba cawe-cawe di Pilkada Kepri, menjadi argumentasi kuat Soerya ke pasangan Rudi-Rafiq untuk memilih Irjen Pol (Pur) Darmawan sebagai ketua Tim Pemenangan Paslon HMR-AuRa.
Ia melihat mantan Wakapolda Kepri itu memiliki kompetensi menghadapi pihak ketiga atau pihak yang ingin merusak tujuan murni pesta demokrasi yang ideal, yakni pemilu yang berkualias, bermartabat, bersih, jurdil, langsung, umum, bebas, dan rahasia.
”Partai kami ini partai petarung, bukan petelor, kalau lapangan becek, kalau yang memimpin bukan petarung, tergilas juga. Maka saya munculkan nama Jenderal Darmawan sebagai ketua tim HMR-AuRa,” ujar Soerya.
”Saya bilang ke Pak Rudi dan Pak Aunur, kalau kepengen menang, ketua timnya ini (Irjen Pol Pur Darmawan, red). Jadi yang saya sodorkan bukan petelor, tapi petarung. Beliau sudah mengikrarkan dirinya dan mewakafkan dirinya untuk mengawal Rudi-Rafiq,” ujar Soerya, lagi.
Irjen Pol (Pur) Darmawan yang akrab disapa Jenderal Darmawan menimpali, sebagai petugas partai, ia siap menjalankan tugas yang diembakan partai kepadanya, yakni mengawal paslon HMR-AuRa untuk menuju kursi kemenangan.
Ia juga mengaku sudah memetakan gerakan-gerakan pihak ketiga yang mencoba mend-downgrade HMR-AuRa, seperti yang diungkapkan Seorya Resaptiono.
”Alhamdulillah, saya lama di intelijen dan sudah beberapa kali dulu aktif di pengamanan pilgub, jadi sudah tahu persis apa yang terjadi. Dengan pengalaman dan kemapuan itu, Insya Allah bisa kami antisipasi hal-hal yang berpotensi merugikan paslon kami,” ujarnya.
Darmawan juga mengakui adanya riak-riak yang mencoba mendowngrade HMR-AuRa. Hal ini sudah ia komunikasikan dengan berbagai pihak terkait untuk bersama-sama mengantisipasi gerakan pihak ketiga itu.
”Saya ingatkan juga pemain ketiga untuk jangan bermain-main. Jangan sampai merusak harapan masyarakat yang menginginkan pilkada di Kepri bermartabat, jurjur, bersih, jurdil, bebas, dan rahasia,” tegasnya.
Soerya menambahkan, operasi senyap pihak ketiga ini, sudah mereka petakan satu-satu.
”Misalnya tanda petik nih, kita diserang virus A, kami siapkan ativirusnya, begitupun juga kalau diserang virus B,” ujar Soerya.
”Kalau dalam dunia intelijen, ada opsin (operasi intelijen), tentu ada kontra intelijen. Tapi kita tak bisa sampaikan apa yang kami lakukan dalam podcast ini,” ujar Soerya lagi.
Soal potensi permainan hukum, dimana kontestan bisa saja tiba-tiba dibuka kasus hukum yang berpotensi membelitnya, Seorya mengatakan, harusnya bukan hukum perdata yang dicari, tapi hukum pidana. Jika hukum pidana, maka ada APH (aparat penegak hukum), yakni kepolisian, KPK, dan kejaksaan yang berwenang.
”Saya masih ingat kapolri mengeluarkan surat telegram nomor 1160 yang inti pokoknya adalah; Kalau ada calon yang ikut kontestasi pilkada dan ada indikasi melakukan pelanggaran hukum, itu di hold dulu, bukan dihilangkan, tapi ditunda sementara sampai pilkada selesai, baru dilanjutkan perkaranya,” ujar Soerya.
Demikian juga Kejaksaan Agung pernah mengeluarkan regulasi yang sama dan itu masih berlaku hingga saat ini. Sehingga, kata Soerya, akan tak fair jika tetap ada APH memunculkan kasus hukum kontestan.
”Kalau dimunculkan berarti menentang perintah komandan. Kalau dimunculkan ada upaya mendowngrade calon itu. Ada upaya penggembosan, mudah-mudahan di kepri tak ada ya,” ujarnya.
Hal senada dikatakan Jenderal Darmawan. Sebagai orang yang lama di kepolisian, ia paham betul bahwa calon yang sudah sah mendaftar di KPU, jika ada persoalan hukum, maka dihold dulu.
”Ini kan pernah terjadi di Bintan, setelah pilkada dan dilantik baru proses hukum lanjut. Ini pedoman dan harus dipatuhi semuanya,” ujar Darmawan. (*)