batampos – Bentrokan yang terjadi dua hari ini antara pengemudi taksi online dan pangkalan di Bandara Hang Nadim, mencoreng Batam sebagai kota metropolitan yang maju dan berkembang.
Persoalan ini disorot oleh Ketua Asosiasi Pariwisata Nasional (Asparnas) Kepulauan Riau, Mulyadi Tan. Peristiwa itu menjadi bumerang buat iklim pariwisata di Batam. Belum lagi mengenai polemik kartel tiket ferri, juga Visa on Arrival (VoA) yang sempat mendera.
Ahi, sapaan akrabnya, melihat jika bentrokan tersebut semacam tradisi, kerap kali terjadi. Sempat ada jalan keluar atau kesepakatan antar dua pihak, namun itu tak diindahkan.
Baca Juga:Â Titik Jemput Taksi Online Beralih
“Persoalan ini sudah sering kita lihat. Seharusnya pihak bandara dan pemerintah lebih serius menanggapi hal seperti ini,” katanya, Jumat (5/7).
Masalah titik jemput penumpang pun dipersoalkan. Dia heran mengapa taksi konvensional seperti takut bersaing dengan taksi online. Harusnya semua bisa menjalankan aktivitas, bersaing secara sehat.
Contoh seperti kota-kota metropolitan lain di Indonesia, taksi online pasti ada. Jika ingin disebut sebagai daerah maju, maka seluruh pihak harus menanggapi masalah ini dengan serius.
Ia pun mempertanyakan kewenangan pengelola bandara dalam mengentaskan persoalan itu. Padahal, notabene yang punya wilayah adalah pihak Bandara Hang Nadim.
“Airport pun lucu, tak ada ambil tindakan. Jangan jadikan taksi online ini seperti anak tiri. Kok, harus penjemputannya agak jauh dari tempat atau pintu kedatangan bandara. Kalau di kota-kota besar disediakan tempat Grab, Gojek, Gocar, itu sudah ada titik penjemputannya,” kata Ahi.
Ia ingin bentrok antara taksi pangkalan dan online ini tak terulang. Seluruh pihak, termasuk masyarakat luas harus menjaga keamanan, terutama buat turis yang datang. Tujuannya agar sektor pariwisata di Batam semakin baik di mata dunia. (*)
Reporter: Arjuna