batampos – Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) melalui Dirjen Pengawasan Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) kembali mengingatkan pelaku pertambangan di wilayah perairan Kepri untuk melengkapi semua perizinan yang ada.
KKP bersama instansi penegak hukum terkait lain akan terus melakukan pengawasan dan penindakan jika ditemukan aktifitas penambangan yang bermasalah dengan lingkungan ataupun tidak memiliki perizinan yang sah.
Pesan ini disampaikan oleh PSDKP Batam agar tidak ada lagi temuan aktifitas penambangan atau pemanfaatan tata ruang laut yang bermasalah kedepannya.
Baca Juga:
“Ini penting kita sampaikan lagi karena memang ada temuan sejumlah kegiatan pertambangan yang bermasalah sepanjang tahun ini, ” ujar Kepala PSDKP Batam Thurman melalui Ketua Tim Kerja Intelejen dan Pengawasan Saiful Anam.
Sepanjang tahun 2024 ini PSDKP Batam tangani tiga kaus penambangan ataupun penyedotan pasir laut yang bermasalah, yakni pengerukan pasir timah oleh PT EUM di perairan Tanjung Balai Karimun, pengerukan pasir yang dilakukan perorangan dengan inisial EA yang menggunakan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) juga terjadi di wilayah perairan Karimun, serta penambangan pasir laut yang dilakukan oleh perkumpulan Rezeki Anak Melayu tangkapan Bakamla RI dua pekan yang lalu.
“Tiga kasus ini bermasalah dengan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL), yang menjadi acuan dasar untuk mengajukan perizinan berusaha berikutnya di wilayah perairan, ” kata Anam.
PT EUM dan Izin Pertambangan Rakya (IPR) Perkumpulan Rezeki Anak Melayu bermasalah karena menambang di luar izin. Sementara EA belum memiliki izin PKKPRL. Sesuai dengan acuan UU Cipta Kerja yang ada, pelanggaran ini dikenakan sanksi administrasi dan diwajibkan untuk memenuhi semua persyaratan yang ada dan tidak melakukan pelanggaran di luar wilayah perizinan jika ingin melanjutkan aktifitas usaha mereka.
“Kalau kasus EA ini dia mendapat izin sebelum UU Cipta Kerja berlaku. Aturan PKKPRL ini turunan UU Cipta Kerja di Tahun 2020/2021. Nah izinnya habis di tahun 2023. Selanjutnya jika mau tambang lagi harus ada PPKPRL dan izin yang bersangkutan lain nya, ” kata Anam.
Kenapa PKKPRL ini penting, jelas Anam karena ini izin dasar perairan untuk mendapatkan izin pemanfaatan wilayah perairan. Setelah dapat PKKPRL baru ada izin pemanfaatan tata ruang laut disesuaikan dengan keperluan masing-masing.
Pertambangan misalkan setelah dapat PKKPRL dari KKP, baru dilanjutkan perizinan dari Kementerian ESDM, begitu juga pendalaman alur dari Kemenhub dan lain sebagainya.
PKKPRL ini sebut Anam, merupakan aturan yang tertuang dalam UU Cipta Kerja. Untuk pemanfaatan tata ruang laut harus memiliki terlebih dahulu PKKPRL. Nah bagi pelaku usaha atau badan usaha yang melakukan aktifitas dengan menggunakan lokasi tata ruang wilayah perairan sebelum aturan turunan ini diberlakukan, maka diwajibkan untuk mengurus kembali.
“Kalaupun masa aktif izin sebelumnya masih panjang, tetap arus ajukan pengurusan PKKPRL ini, karena kalau tidak saat masa berlaku izin lama tadi selesai tak bisa lagi melanjutkan aktifitas nya,” kata Anam.
Sebelumnya Turman Hadianto menjelaskan, KKP menitikberatkan perhatian pada pengawasan aktifitas ilegal di wilayah perairan demi keseimbangan ekologi yang sejalan dengan konsep ekonomi biru, laut sehat dan Indonesia sejahtera.
Penyelundupan Benih Lobster dan aktifitas reklamasi ataupun pertambangan jadi fokus perhatian agar tidak merusak ekosistem laut.
“Potensi kerugian negara sangat besar dengan aktifitas penyelundupan lobster dan aktifitas ilegal yang merusak lingkungan ini. Menteri menitikberatkan fokus perhatian untuk itu,” ujarnya.
Lokasi-lokasi yang dianggap rawan dengan pelanggaran ini akan diawasi secara ketat demi menegakkan aturan pemanfaatan dan tata ruang wilayah perairan yang tidak berdampak dengan ekologi sekitar.
“Sedang kita telaah. Kalau terbukti melanggar ya sesuai dengan UU Cipta Kerja yang baru akan dikenai sanksi administrasi dan pencabutan perizinan jika masuk pelanggaran berat,” ujar Turman.
Aturan pemanfaatan tata ruang wilayah perairan ini disebutkan Turman sudah tercantum dalam peraturan kementerian KP nomor 21 tahun 2001 yang mana pelaku usaha diatas lingkungan perairan harus mengedepankan keseimbangan ekologi.
“Termasuk yang reklamasi atau tambang tadi. Selama ini kan reklamasi izinnya sama Pemda, sekarang harus ke KKP. Kalau sudah habis izin yang di Pemda, perpanjangan harus di pusat (KKP),” ujar Turman. (*)
Reporter: Eusebius Sara