Minggu, 5 Januari 2025

Tantangan Berat Penanganan TPPO di Batam: Dari Sindikat Terorganisir hingga Keterlibatan Oknum Aparat

Berita Terkait

spot_img
Dua pelaku pengiriman PMI Non Prosedural ke Malaysia diamankan Ditpolairud Polda Kepri. Foto Rengga/ Batam Pos

batampos – Persoalan TPPO menjadi catatan penting buat para aparat berwajib di Batam atau Kepri. Hal demikian terus menjadi sorotan sebab Bandar Dunia Madani jadi salah satu laluan mulus buat aksi TPPO.

Berdasarkan data resmi Polda Kepri sepanjang tahun 2024, sebanyak 68 kasus TPPO berhasil diungkap, dengan 36 di antaranya telah diselesaikan. Upaya ini melibatkan penindakan tegas terhadap jaringan pelaku TPPO yang beroperasi di wilayah Kepri.


Dari pengungkapan tersebut, sebanyak 100 tersangka berhasil ditangkap, sementara 242 korban perdagangan manusia berhasil diselamatkan.

Sementara itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam menyoroti TPPO dan kasus yang melibatkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebagai perhatian utama pada tahun 2024. Dari total 10 perkara dengan jumlah kasus tertinggi di Batam, TPPO menduduki peringkat kedua dengan 130 perkara, sedangkan kasus PMI berada di posisi keenam dengan 51 perkara.

Meskipun angka kasus TPPO sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat 133 perkara, jumlah ini tetap signifikan. Sementara itu, kasus PMI menunjukkan penurunan dari 65 kasus pada 2023 menjadi 51 kasus pada 2024.

Kajari Batam, I Ketut Kasna Dedi, memastikan penuntutan terhadap pelaku perekrut PMI ilegal dilakukan secara maksimal. Menurutnya, hukuman berat bagi perekrut adalah langkah penting untuk memberikan efek jera.

“Awalnya, saya banyak dikritisi, tetapi kami berpandangan bahwa perekrut harus dituntut di atas lima tahun. Kalau hanya sopir taksi yang menyambut atau mengantar, penuntutan maksimal tiga tahun sudah cukup. Itu layak menurut kami,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Ada Perbaikan Pipa DN 800mm di Simpang Punggur, Suplai Air Bersih Terganggu, Cek Wilayah Terdampak …

Kasna menambahkan, penuntutan terhadap pelaku PMI ilegal dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai variabel. Ia menjelaskan bahwa pelaku yang mengetahui tindakannya tetapi tetap melakukannya akan menghadapi tuntutan lebih berat.

“Pembuktian kasus ini kompleks. Ada pelaku yang pura-pura tidak tahu, padahal sebenarnya mengetahui. Mereka harus menerima tuntutan yang berbeda,” katanya.

Penanganan kasus PMI ilegal tidak cukup hanya dilakukan di hulu. Pemerintah dan aparat penegak hukum perlu menggali penyebab utama masyarakat tergiur menjadi PMI ilegal.

“Perkara PMI harus diselesaikan secara menyeluruh, dari hulu hingga hilir. Kita harus memahami apa yang membuat masyarakat tergoda dengan jalur ilegal,” ujarnya.

Salah satu solusi untuk memberantas PMI ilegal adalah dengan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Program pelatihan kerja, menurutnya, dapat mengurangi ketertarikan masyarakat terhadap jalur ilegal.

“Para PMI ilegal sering kali tergiur janji penghasilan besar di luar negeri. Dengan memperbanyak pelatihan kerja, daya tarik jalur ilegal bisa berkurang,” ujarnya.

Baca Juga: PT ASDP Batam Siapkan Armada Tambahan untuk Arus Balik di Akhir Pekan

Ia juga mengimbau masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri agar mengikuti prosedur resmi yang telah ditetapkan pemerintah. Langkah ini diharapkan dapat mencegah permasalahan yang sering muncul akibat jalur ilegal.

“Kasus PMI ilegal kerap menimbulkan masalah serius. Kami mengimbau masyarakat untuk bekerja ke luar negeri secara legal melalui pelatihan dan program yang disediakan pemerintah,” kata Kasna.

Teritorial Batam yang memang dekat dengan negeri tetangga Malaysia hingga Singapura, menjadi keuntungan bagi mereka pelaku human trafficking. Alhasil, tak sedikit pelaku kejahatan itu ditangkap oleh pihak berwajib.

Laluan mulus itu pernah disorot oleh Pendiri Migran Care, Anis Hidayah. Dia memerhatikan berbagai lini yang harusnya terlibat dalam pencegahan kasus-kasus human trafficking. Mulai dari pemerintah, aparat penegak hukum sampai Imigrasi.

Menurut Anis, trafficking adalah extra ordinary crime yang cara penyelesaiannya masih sektoral. Belum menggunakan pendekatan yang multi-disipliner.

Misal, dalam pencegahan. Cara mencegahnya tak cuma soal bagaimana menyosialisasikan itu kepada calon PMI, akan tetapi juga memastikan aparat-aparat tidak terlibat.

“Sindikat trafficking tidak mungkin bekerja secara leluasa kalau tidak ada campur tangan atau peran oknum aparat,” ujarnya.

Baca Juga: Di Batam Diskon Listrik 50% Tidak Berlaku, Sebab ….

Dalam hal penegakan hukum, pun masih belum optimal. Menurut dia, UU TPPO dalam implementasinya masih menjerat pelaku-pelaku yang diujung. Misal, calo di suatu wilayah yang jangkauannya terbatas. Padahal, jaringan trafficking tidak hanya individu, namun juga bisa melibatkan oknum aparat negara.

“Nah, ini tidak banyak dijerat. Sehingga ini menjadi salah satu faktor kasus TPPO terus ada. Penegak hukum jangan tebang pilih. Pelaku yang diproses itu harus sampai ke aktor utamanya,” ujar dia.

Selain itu, mekanisme tata kelola perbatasan pun belum komprehensif. Indonesia punya banyak perbatasan dengan negara tetangga; Singapura dan Malaysia, tetapi konteksnya bagaimana memastikan pemantauan dan mobilitas penduduk tidak dimanfaatkan oleh jejaring trafficking untuk dijadikan korban dan itu masih sangat terbatas.

“UU Pekerja Migran tak banyak mengatur itu. Kemudian di wilayah-wilayah perbatasan, mereka banyak yang tidak punya Perda yang mengatur tentang itu, jadi banyak titik lemahnya sehingga kasus-kasus ini kerap terjadi,” kata Anis.

Peran Pemerintah Belum Terlihat

Sejak Covid-19, upaya pencegahan mengalami kemandekan karena program-program pemerintah banyak yang direalokasi untuk hal-hal yang lain. Ini yang menurut Anis perlu di konsolidasi ulang.

“Pemerintah dalam pencegahan harus multi sektoral. Semua unsur harus terlibat. Jadi pemerintahnya pun di tingkat eksekutif itu juga harus lintas kementerian karena ini menyangkut banyak kementerian,” kata Anis.

Dari situ, dia melihat peran pemerintah belum efektif dalam upaya pencegahan dan lain sebagainya. Itu dilihat dari turunnya tier atau rangking Indonesia dalam penanganan trafficking.

Meski itu bukan segala-galanya, namun bagi dia bisa dipakai sebagai jadi salah satu indikator bahwa upaya penanganan terhadap trafficking mengalami penurunan.

Imigrasi Jangan Beri Karpet Merah Bagi Pelaku Trafficking

Tak sampai di situ saja, Anis turut menyoroti peran Imigrasi yang sebenarnya adalah palang pintu terakhir untuk memastikan bagaimana migrasi aman.

“Penegakan HAM pekerja migran kita dipastikan di Imigrasi. Kalau ada indikasi TPPO mestinya ada pencegahan,” kata dia.

Imigrasi, tambahnya, merupakan salah satu aparat yang selama ini oknum-oknumnya banyak terlibat dalam kasus tersebut. Untuk itu, komitmen Kemenkumham sangat penting bagaimana memastikan Keimigrasian turut memberantas trafficking.

“Imigrasi ini juga menjadi pihak yang berkomitmen untuk memberantas trafficking, bukan kemudian malah memberi ‘karpet merah’ atau justru malah menjadi oknum pelaku sindikat yang terorganisir ini,” katanya.

Pastor Ketua Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP) Kepri, Chrisanctus Paschalis Saturnus mengungkapkan bahwa tren perdagangan manusia kerap dijumpai pada laman medsos seperti Facebook. Di mana ada semacam promosi pekerjaan yang menjadi daya tarik tersendiri bagi korban dengan tentunya diiming-imingi gaji yang menggiurkan.

“Sekarang ini zamannya sudah canggih. Modusnya sudah menggunakan teknologi,” kata dia.

Untuk pemerintah, ia meminta untuk lebih serius lagi memberikan pemahaman atau edukasi tentang migrasi sesuai aturan. Dia juga menyinggung peran pemerintah yang terbilang sebuah kemunduran dalam penanganan masalah migran.

“Setelah selesai menginvestasi dan penanganan hukum terkait masalah ini, pemerintah harus lebih serius lagi memberikan edukasi-edukasi tentang migrasi yang aman karena hal itu sangat penting. Ini sebuah kemunduran yang dilakukan pemerintah,” kata pria yang akrab disapa Romo Paschal itu.

Ia mengkritik tajam terhadap lemahnya penanganan aparat terhadap TPPO. “Kami merasa sebenarnya bukan hanya soal responsif, dalam banyak hal untuk urusan TPPO mereka membiarkan saja itu terjadi. Tidak ada tindakan serius menyelesaikan ini. Ini bukan permainan baru, ini sudah masalah menahun. Ini bukan tidak merespons, tapi tidak peduli. Selama aparat tidak memiliki keseriusan dan masih ada informasi mereka yang ikut bermain, ini tidak akan pernah berhenti,” katanya.

Jaringan Safe Migran (JSM) telah menunjukkan komitmen dalam memberikan perlindungan bagi kelompok rentan di Batam. Beranggotakan 15 lembaga, jaringan ini terus melawan pelanggaran hak asasi manusia, terutama yang menimpa perempuan, anak, dan pekerja migran.

Baca Juga: Flyover Laksamana Ladi, Solusi Kemacetan di Sei Ladi

Tahun 2024 menjadi cerminan beratnya tugas yang mereka hadapi. Dari 181 kasus yang didampingi, teridentifikasi 209 korban, terdiri dari 69 anak dan 140 dewasa. Sebagian besar kasus melibatkan TPPO (32,6 persen), kekerasan seksual (18,8 perasn), kekerasan fisik (11,6 persen), hingga eksploitasi ekonomi (6,1 persen).

Fakta lain yang memprihatinkan, 44,2 persen pelaku kekerasan berasal dari keluarga korban, diikuti teman dekat (31,7 persen) dan orang tak dikenal (11,7 persen).

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, seperti biaya visum yang tinggi, keterbatasan layanan, hingga minimnya sensitivitas gender di kalangan aparat penegak hukum, JSM tetap menyediakan berbagai bentuk pendampingan. Mulai dari layanan rumah aman, konseling, pemeriksaan psikologi, hingga bantuan pendidikan untuk korban.

Namun, JSM juga menyoroti hambatan eksternal, seperti intervensi keluarga pelaku yang memaksa adanya perdamaian, serta kurangnya dukungan keluarga korban dalam proses pemulihan.

Untuk itu, JSM mengusulkan beberapa rekomendasi penting, seperti pelatihan bagi aparat penegak hukum untuk meningkatkan sensitivitas gender, penyediaan anggaran pendampingan korban, dan penguatan regulasi daerah terkait perlindungan perempuan, anak, dan pekerja migran. Mereka juga mendorong pemerintah untuk mengaktifkan kembali gugus tugas TPPO di tingkat kota dan provinsi. (*)

 

 

Reporter: Arjuna

spot_img

Update