batampos – Kejaksaan Negeri Batam menghentikan penuntutan tiga tersangka tindak pidana umum berbeda melalui program Restoratif Justice. Ketiganya yakni Jefri Perpulungen (Kasus Penadahan), Tamsir (Kasus Penganiayaan) dan Oki Azhar Hadi (Kasus Penggelapan) yang resmi menghirup udara bebas, Rabu (15/3).
Bebasnya ketiga tersangka setelah proses mediasi dengan para korban yang dijembatani Kejari Batam berdasarkan keadilan Restoratif Justice. Tak sampai disitu, Kejari Batam juga melaksanakan ekspos perkara secara berjenjang dengan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung yang berlangsung virtual, Selasa (14/3).
Ekspos perkara untuk penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif dihadiri Jampidum Kejagung diwakili Direktur OHARDA pada Jampidum, Agnes Triani, dan dari jajaran Kejati Kepri yang dihadiri Wakajati Kepri Teguh Darmawan, Plh Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Kepri Rusmin,(Koordinator Bidang Pidum Kejati Kepri), Kepala Kejaksaan Negeri Batam Herlina Setyorini, Koordinator Bidang Intelijen Kejati Kepri Hery Somantri, Kasi Oharda Marthyn Luther, Kasi TPUL Ikrar Demarkasi, Kasi Teroris Bidang Tindak Pidana Umum Abdul Malik, dan para Kasi Pidum se-wilayah Kepri.
Baca Juga:Â Polda Kepri Akhirnya Tetapkan Tersangka 2 Kontainer Pakaian Bekas Impor di Batam
Kepala Kejari Batam, Herlina Setyorini mengatakan pengentiaan penuntutan hukum terhadap ketiga tersangka didasari keadilan Restoratif Justice. Sebelum memutuskan untuk mengikutkan ketiga tersangka program RJ, pihak Kejari Batam telah melihat syarat dari perkara, apakah memenuhi syarat.
“Seluruh proses atau tahapan Restoratif Justice itu berhasil setelah masing-masing tersangka dan para korban menyetujui upaya perdamaian yang ditawarkan penuntutut umum selaku fasilitator. Kedua pihak kemudian sepakat untuk berdamai tanpa syarat,” kata Herlina didampingi Kasi Pidum Kejari Batam Amanda di Aula Kantor Kejari Batam.
Dijelaskannya, syarat pertama yang wajib dipenuhi adalah permohonan maaf yang diajukan para tersangka harus disetujui oleh pihak korban sehingga upaya perdamaian dapat berjalan dengan lancar. Kemudian memenuhi ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restorative. Di mana para tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Kemudian, ancaman hukumannya tidak melebihi 5 tahun dan kerugian yang ditimbulkan dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2,5 juta.
“Program restoratif justice yang ditempuh, secara otomatis menutup perkara yang menjerat para tersangka. Sehingga tidak ada lagi persidangan ke depannya, ” kataHerlina.
Baca Juga:Â Kabur dari Rumah, Siswi SMK di Batam Dicabuli Pacar
Dijelaskan Herlina, upaya perdamaian yang dilakukan Kejaksaan melalui Restoratif Justice, mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dan hati nurani serta tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun. Ia berharap dengan adanya Restoratif justice tidak hanya menghentikan perkara semata, tetapi juga menggerakan para tersangka, korban dan masyarakat untuk berperan dalam menciptakan harmoni di masyarakat, dan membuat suasana sama seperti sebelum terjadinya tindak pidana.
“Inti dari restoratif justice adalah mengembalikan suasana atau situasi dalam keadaan semula sebelum terjadinya tindak pidana,” tandasnya.
Di tempat yang sama, ketiga tersangka (Jefri Perpulungen, Tamsir bin Umar dan Oki Azhar Hadi) terlihat sangat bahagia setelah menerima surat keputusan perhentian perkara. Raut lega sekaligus bahagia tampak jelas terpancar dari raut muka mereka. Apalagu, mereka bisa langsung berkumpul dengan keluarga di rumah.
“Kami mengaku sangat sangat menyesali. Perbuatan yang kami lakukan itu cukup yang pertama dan terakhir. Kami akhirnya bisa lega, karena bisa kembali berkumpul dengan keluarga,” jelas para tersangka.
Sementara ditempat terpisah, Kasi Penkum Kejati Kepri, Denny Anteng Prakoso mengatakan pengajuan 3 perkara untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif justice disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI dengan pertimbangan telah memenuhi Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Diantaranya tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun, kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat dimana keduaa belah pihak sudah saling memaafkan dan tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan, barang bukti telah di kembalikan kepada korban, masyarakat merespon positif penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
“SKP2 yang diterbitkan, berdasarkan keadilan Restoratif Justice sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, ” sebutnya. (*)
Reporter : Yashinta