batampos – Tim Terpadu Kota Batam kembali mendatangi kawasan Kampung Tembesi Tower, Kamis (19/12), untuk memberikan Surat Peringatan (SP) pembongkaran kepada warga yang masih bertahan di lahan proyek Panbil II. Langkah ini diambil setelah sebelumnya tim telah mengirimkan Surat Peringatan I, II, dan III kepada warga setempat.
Kasat Pol PP Kota Batam, Imam Tohari, yang memimpin penyerahan SP tersebut, menjelaskan bahwa pemberian surat ini sudah melalui proses yang sesuai prosedur. “Kami telah melakukan tahap mediasi dan memberikan tiga kali surat peringatan. Tindakan ini sudah sesuai aturan,” ujar Imam Tohari.
Ia juga menegaskan bahwa langkah selanjutnya adalah pembongkaran paksa yang rencananya akan dilakukan setelah perayaan Natal.
Pemberian surat ini bertujuan agar masyarakat yang masih tinggal di lahan alokasi proyek Panbil II dapat segera pindah. PT Tanjung Piayu Makmur (TPM), selaku pengembang proyek, telah menawarkan solusi berupa relokasi ke rumah siap huni di Tanjung Piayu serta kompensasi sagu hati. Meski opsi tersebut telah ditawarkan, sebagian warga masih menolak untuk pindah.
Penolakan warga didasari alasan bahwa status sengketa lahan tersebut masih dalam proses hukum di pengadilan. “Seharusnya yang berhak memberikan eksekusi adalah pengadilan, bukan tim terpadu yang melakukan penggusuran paksa,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Baca Juga:Â Bea Cukai Beberkan Modus Penyelundupan Barang Ilegal ke Batam
Warga merasa proses pengadilan harus dihormati dan meminta pemerintah serta pengembang menunggu keputusan hukum final.
Menanggapi penolakan warga, PT TPM melalui kuasa hukumnya, Bali Dalo, menyatakan bahwa proses hukum yang sedang berjalan di pengadilan tidak akan menghalangi proses pembangunan proyek. “Urusan mereka di pengadilan tidak menghalangi penertiban. Besok kami akan keluarkan surat yang menjelaskan status hukumnya,” ujar Bali Dalo.
Ia juga menyebutkan bahwa legalitas perusahaan sudah final, dan perusahaan tetap akan melanjutkan pembangunan.
PT TPM memberikan waktu hingga 26 Desember 2024 bagi warga untuk meninggalkan lahan tersebut, sesuai dengan masa berlaku Surat Peringatan Pembongkaran. Setelah tenggat waktu itu, tim terpadu bersama PT TPM akan berkoordinasi untuk melaksanakan langkah penertiban. Bali Dalo menegaskan bahwa legal standing warga di lahan tersebut lemah, sehingga perusahaan tetap memiliki hak penuh untuk melanjutkan pembangunan.
Sementara itu, menurut data yang dihimpun di lapangan, sebagian besar warga yang masih bertahan bukanlah penghuni tetap, melainkan pemilik kos-kosan dan pengelola tempat usaha. Koordinator Lapangan PT TPM, Soleh, menyebutkan bahwa mereka yang bertahan di lokasi kerap memanfaatkan warga lokal untuk menghambat proses relokasi.
“Yang memiliki kos-kosan dan tempat usaha ini umumnya tinggal di luar Tembesi Tower. Mereka memberdayakan warga yang tinggal di sana untuk bertahan. Ini yang kita sayangkan,” ujar Soleh.
Langkah PT TPM dinilai sudah cukup adil, mengingat pihak perusahaan tidak hanya menyediakan relokasi ke rumah siap huni di Tanjung Piayu, tetapi juga menawarkan kompensasi tambahan bagi warga yang asetnya melebihi nilai tawaran awal.
Ketua Tim Pembebasan Lahan PT TPM, Eka Teguh Kurniawan, mengatakan bahwa pendekatan ini bertujuan agar semua pihak bisa mendapatkan solusi yang adil.
Baca Juga:Â Puncak Arus Mudik Nataru, Penumpang Bandara Hang Nadim Meningkat 12 Persen
“Saran kami, terimalah tawaran ini. Proyek ini harus berjalan, dan kami segera memulai pembangunan,” katanya.
Sebagian besar warga yang setuju dengan tawaran PT TPM telah meninggalkan lokasi dan pindah ke rumah relokasi. Namun, segelintir pihak yang diduga memiliki kepentingan finansial dari keberadaan kos-kosan dan usaha di lokasi tersebut masih bertahan.
“Jangan sampai warga terdampak dirugikan karena menunda keputusan,” tambah Eka, mengimbau warga agar tidak terpengaruh oleh pihak-pihak tertentu.
Hingga saat ini, proses relokasi dan pengosongan lahan masih berlangsung. Pihak PT TPM berharap proses ini dapat berjalan secara damai tanpa ada bentrokan. “Kami tetap membuka pintu komunikasi dan menawarkan solusi terbaik. Tapi jika batas waktu telah habis, maka proses pembongkaran akan dilakukan sesuai prosedur hukum,” tegas Imam Tohari. (*)
Reporter: Eusebius Sara