Minggu, 10 November 2024

Trwiululan I 2024, PSDKP Batam Tangani Empat Kasus Kapal Ikan Asing

Berita Terkait

spot_img
Kapal berbendera Malaysia beserta awak kapal yang diamankan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat melakukan ilegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 517, Selat Malaka, Kamis (25/4).
Foto: Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk Batam Pos

batampos – Pangkalan Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam menangani empat kasus kapal ikan asing (KIA) yang mencuri ikan di perairan Indonesia sepanjang tahun 2024 ini. Dua KIA asal Vietnam dan dua KIA asal Malaysia. Satu dari empat kasus ini sudah selesai proses dan telah memiliki keputusan hukum tetap.

Tangkapan terakhir adalah dua KIA asal Vietnam yang ditangkap di Selat Malaka pada tanggal 3 Mei lalu. Masing-masing kapal, penyidik menetapkan satu tersangka yakni nahkoda kapal.

“Total sudah empat KIA yang sedang kita tangani di triwulan pertama ini. Tiga kasus asih dalam proses hukum dan satu sudah putusan,” ujar Kepala PSDKP Batam, Turnamen Hardianto melalui KetuaTim Kerja Intelejen dan Pengawasan Anam.

Baca Juga: Kapal Pelni Masih Jadi Transportasi Laut Favorit, 2.308 Penumpang Tiba di Batam

Penangkapan KIA ini yang melakukan ilegal fishing ini merupakan komitmen dari KKP dalam rangka menindak tegas para pencuri ikan, dan juga komitmen bahwa negara hadir di tengah masyarakat dalam rangka memberantas illegal, unreported and unregulated fishing.

“Masih rawan dengan aksi pencurian ikan ini dan kami akan terus melakukan pengawasan dan penindakan,” kata Anam.

Kapal-kapal bermasalah bersama para tersangka masing-masing sedang dalam proses hukum dengan dugaan melanggar Pasal 92 Jo Pasal 26 ayat (1) Pasal 98 jo Pasal 42 ayat (3) Sektor Kelautan Dan Perikanan UU No 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dan Pasal 85 Jo Pasal 9 UU No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar. (*)

 

Reporter: Eusebius Sara

spot_img

Update