batampos – Penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Batam untuk tahun 2024 masih terganjal penerbitan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker). Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, Rudi Sakyakirti, menyatakan bahwa pembahasan UMK baru dapat dimulai setelah Permenaker tersebut diterbitkan sebagai pedoman resmi.
“Untuk pembahasan kan ada aturannya, yakni Permenaker. Dan ini belum keluar, masih kita tunggu,” ujar Rudi, Senin (2/12).
Ia menjelaskan, setelah Permenaker terbit, pihaknya akan segera melakukan sosialisasi kepada seluruh pihak terkait, diikuti pembahasan dengan melibatkan unsur buruh dan pengusaha. “Kalau sekarang, apa yang mau kita bahas? Formula seperti apa juga belum tahu. Kita tunggu dulu Permenaker itu keluar, meskipun acuan kenaikan sudah ada, yakni 6,5 persen,” tambahnya.
Rudi optimistis Permenaker akan diterbitkan bulan ini, sehingga proses pembahasan UMK Batam dapat selesai sebelum akhir tahun. “Kita tunggu minggu ini atau minggu depan. Pokoknya bulan ini harus selesai, jadi semua clear,” ungkapnya.
Selain menunggu Permenaker, Rudi juga menyebut bahwa pihaknya telah melakukan persiapan awal terkait pembahasan UMK. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, buruh, dan pengusaha agar penetapan UMK dapat mengakomodasi kebutuhan semua pihak.
Di sisi lain, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam menyampaikan pandangannya terkait proses penetapan UMK. Ia menilai pembahasan upah minimum sebaiknya tetap dilakukan di tingkat Dewan Pengupahan Daerah, yang terdiri dari unsur pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
“Selama ini pembahasan UMK dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang lebih memahami kondisi perekonomian di daerah. Jika kenaikan upah minimum dipukul rata 6,5 persen secara nasional, disparitas upah antar daerah akan makin lebar,” ujar Ketua Apindo Batam.
Ia menjelaskan, kebijakan yang seragam berpotensi menimbulkan ketimpangan. “Pelaku usaha di daerah dengan upah minimum lebih tinggi akan lebih terbebani, sedangkan pekerja di daerah dengan upah rendah hanya menikmati kenaikan kecil. Jadi prinsip upah berkeadilan akan makin jauh,” tambahnya.
Menurutnya, pemerintah sebaiknya hanya mengeluarkan pedoman pembahasan upah minimum, bukan menetapkan angka kenaikan secara langsung.
“Kami berharap pemerintah memberikan fleksibilitas dalam pembahasan UMK, karena yang paling memahami kondisi perekonomian daerah adalah pelaku ekonomi di daerah tersebut,” jelasnya.
Sebelumnya, Presiden RI juga menegaskan pentingnya segera menerbitkan Permenaker agar proses pembahasan UMK di daerah dapat segera dilakukan. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa kebijakan upah minimum tidak hanya mengedepankan kepentingan pekerja, tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan usaha.
Rudi Sakyakirti menambahkan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk memastikan kebijakan UMK dapat diselesaikan tepat waktu. “Kami siap bekerja cepat. Begitu Permenaker turun, pembahasan langsung dilakukan agar semua pihak mendapatkan kejelasan,” tegasnya.
Penetapan UMK Batam diharapkan menjadi solusi yang adil untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja tanpa membebani pelaku usaha secara berlebihan, mengingat Batam merupakan salah satu pusat industri dan perdagangan utama di Indonesia. (*)
Reporter: Rengga Yuliandra