batampos – Meski Kota Batam belum melaporkan kasus Monkeypox (Mpox) sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kembali menetapkan penyakit ini sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) pada 14 Agustus lalu, pengawasan dan langkah pencegahan telah diperketat di berbagai pintu masuk internasional, seperti bandara dan pelabuhan.
Kepala Balai Besar Karantina Kesehatan Batam, Ahmad Hidayat, menyatakan bahwa koordinasi dengan berbagai pihak terus dilakukan untuk memastikan keamanan dan kesehatan penumpang yang datang dari luar negeri. Upaya pengawasan dan pencegahan telah diperketat di pintu-pintu masuk internasional ke Batam.
“Sejak mpox ditetapkan kembali sebagai PHEIC oleh WHO, belum ada kasus yang ditemukan di Batam. Namun, kami tetap waspada dan meningkatkan langkah-langkah pengawasan di berbagai sektor,” ujarnya, Senin (2/9).
Ia menjelaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Bandara Hang Nadim dan maskapai penerbangan yang melayani penerbangan internasional, untuk melakukan pemantauan ketat terhadap kedatangan penumpang.
Salah satu langkah yang diambil adalah penerapan proses evaluasi atau self-assessment bagi penumpang melalui portal Satu Sehat Health Pass (SSHP) dari Kementerian Kesehatan, yang bertujuan untuk melakukan skrining kesehatan.
“Kami telah bekerja sama dengan Bandara Hang Nadim dan maskapai penerbangan untuk memastikan penumpang yang datang dari luar negeri menjalani skrining kesehatan yang ketat,” kata Ahmad.
Selain itu, pelbagai langkah edukasi dan sosialisasi juga dilakukan dengan menayangkan video dan media promosi kesehatan terkait pencegahan Mpox di Bandara Hang Nadim dan pelabuhan ferry yang melayani penumpang dari luar negeri.
“Kami juga menyiapkan dan menayangkan video serta media promosi kesehatan lainnya di bandara dan pelabuhan. Langkah ini penting untuk meningkatkan kesadaran penumpang mengenai bahaya mpox dan cara pencegahannya,” kata dia.
Ahmad menekankan, pengawasan terhadap penumpang dari luar negeri diperketat, baik di bandara maupun pelabuhan. Koordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes Batam, rumah sakit rujukan, laboratorium kesehatan masyarakat, pengelola pelabuhan, bandara, imigrasi, dan bea cukai terus ditingkatkan untuk memperkuat pengawasan.
Dengan berbagai langkah pencegahan ini, Ahmad berharap Batam tetap bebas dari mpox meskipun status PHEIC telah ditetapkan oleh WHO.
“Kami juga telah mengoperasikan thermal scanner di bandara dan pelabuhan untuk mendeteksi penumpang yang mungkin memiliki gejala Mpox. Ini adalah bagian dari langkah pencegahan kami agar Batam tetap aman dari penyebaran penyakit ini,” ujar dia.
Sementara itu, Dinkes Batam terus meningkatkan pengawasan sistem kewaspadaan dini dan respon (SKDR) mencegah penyakit cacar monyet atau lebih dikenal monkeypox.
“Di tahun ini Kota Batam masih aman serta belum ditemukan penyakit cacar monyet karena Dinkes terus meningkatkan pengawasan dengan ketat di wilayah kerja masing-masing,” ujar Kepala Dinkes Batam Didi Kusmarjadi, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, dengan layanan SKDR pihaknya melakukan pengawasan 24 jam bisa lebih cepat melakukan pencegahan. Sistem kewaspadaan dini juga tersedia diseluruh fasilitas kesehatan baik itu rumah sakit maupun puskesmas.
“Seluruh faskes ini akan segera melaporkan kurang dari 24 jam jika ditemukan kasus cacar monyet ini,” kata dia.
Terkait bagaimana upaya agar terhindar dari penyakit ini Didi menjawab perilaku hidup bersih dan sehat sangat dipengaruhi. Lalu menggunakan masker karena penyakit ini bisa pindah melalui cairan air liur ketika orang bersin. Setiap pasangan juga diminta tidak berhubungan sek berganti ganti pasangan.
Selain itu tidak menggunakan barang bersama, semisal handuk yang belum dicuci, pakaian, atau berbagi tempat tidur, alat mandi, serta perlengkapan tidur seperti seprai, bantal, dan lain. Untuk populasi berisiko tinggi, sedapat mungkin hindari perilaku berisiko. Yang dimaksud populasi berisiko tinggi, yaitu yang memiliki pasangan lebih dari satu orang yang mengidap kondisi imunokompromais (autoimun, penyakit kronis lainnya).
Gejala cacar monyet akan timbul 5-21 hari setelah penderita terinfeksi virus monkeypox. Gejala awal cacar monyet meliputi demam, lemas, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, pembengkakan kelenjar getah bening yang ditandai dengan adanya benjolan di leher, ketiak atau, selangkangan.
Gejala awal berlangsung selama 1-3 hari atau lebih. Setelah itu akan muncul gejala seperti ruam di wajah yang akan menyebar ke bagian tubuh lainnya seperti lengan dan tungkai. Ruam itu akan muncul seperti bintil yang berisi cairan nanah, lalu pecah dan berkerak, kemudian akan menyebabkan borok di kulit.
“Pada November 2023 kemarin ditemukan satu kasus cacar monyet ini di Batam. Pasiennya pria berusia 23 tahun, warga Lubuk Baja. Dari keterangan pasien, ia tidak pernah melakukan perjalanan keluar kota dan juga melakukan kontak dengan orang yang terduga Monkeypox,” ujar Didi.
Dua warga Kota Batam yang memiliki riwayat kontak erat dengan pasien cacar monyet atau monkeypox asal Lubukbaja itu dinyatakan negatif. Hal ini diketahui setelah hasil pemeriksaan sampel dua kontak erat ini keluar dari (BTKL-PP).
Berdasarkan data Kemenkes hingga Agustus 2024, total jumlah kasus Mpox di Indonesia telah mencapai 88 orang. Sebagai catatan, total jumlah kasus tersebut adalah akumulasi dari 2023 hingga 2024.
Kasus tertinggi Mpox di Indonesia terjadi pada 2023, yakni sebanyak 73 pasien terkonfirmasi. Sementara itu pada 2024, jumlah yang terkonfirmasi adalah 14 kasus.
Berdasarkan Data Situasi Penyakit Infeksi Emerging periode 28 Juli hingga 3 Agustus 2024, kasus Mpox pertama di Indonesia terkonfirmasi pada 20 Agustus 2022, yakni sebanyak satu pasien konfirmasi.
Kemudian, Indonesia kembali melaporkan kasus konfirmasi pada pada 13 Oktober 2023. Kemenkes RI mengklaim bahwa tidak terdapat penambahan kasus konfirmasi Mpox di Indonesia pada 28 Juli-3 Agustus 2024. Adapun, kasus Mpox terakhir dilaporkan pada minggu ke-23 tahun 2024.
Menurut laporan Kemenkes RI, sekuens virus Mpox (MPXV) di Indonesia yang tercatat pada Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) pada 2023 berjenis Clade IIb. Clade IIb memiliki kecenderungan gejala ringan dan tingkat kematian rendah. (*)
Reporter: Arjuna