batampos – Wacana impor ikan oleh Pemerintahan Kota Batam, terdengar sampai Kabupaten Natuna. Impor ikan ini, dinilai nelayan Natuna dapat merusak pasar dan menyengsarakan para nelayan sekitar Kota Batam.
Berdasarkan data dari Kepala Dinas Perikanan Kota Batam, Ridwan Effendy, menyatakan, Batam kekurangan sekitar 11 ribu ton ikan per tahunnya.
Jumlah ini, hanya 10 persen dari produksi ikan Kabupaten Natuna setahunnya. Dari data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Natuna, produksi ikan mencapai ratusan ribu ton setiap tahunnya.
Baca Juga:Â Kemenag Terbitkan KMA Kuota Haji 1444 H, Kepri Hanya 1.291 Jemaah
Tahun 20221 produksi ikan tangkap Natuna mencapai 132.632,62 ton per tahun. Lalu, di tahun 2022 naik menjadi 134.874,54 ton per tahunnya. Namun, sejauh ini permintaan ikan dari Natuna kebanyakan dari Kalimantan, Tanjungpinang, Jakarta dan Singapura.
Jenisnya pun beragam, mulai dari tuna, kurisi, angoli, tamban, benggol, ikan mata besar dan beberapa jenis lainnya.
“Kalau diminta kirim, kami siap. Sediakan saja kapal pengangkutnya,” kata Ketua Aliansi Nelayan Natuna, Henri saat dihubungi Batam Pos, Jumat (24/2/2023).
Baca Juga:Â ODGJ Mereshkan di Sagulung, Warga Mengadu ke Polisi
Ia mengatakan, langkah impor ikan itu, akan membuat nelayan Natuna atau sekitar Batam merana. Sebab, dapat menurunkan harga ikan.
Henri mengatakan, ada beberapa langkah yang bisa diambil Pemerintahan Batam, yakni mengambil ikan langsung ke Natuna. Sehingga, harganya cukup murah.
“Tapi, selama ini saya lihat, ikan sampai ke Batam itu harus melalui beberapa tangan dan daerah. Makanya ikan di Batam itu mahal jadinya,” ucap Henri.
Henri mengatakan ikan tongkol di Natuna dijual mulai kisaran harga Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu. Lalu, Ikan Mata Besar dijual dikisaran harga Rp 15 ribu, sedangkan Ikan Benggol dijual hanya di kisaran Rp 7 ribu saja.
Baca Juga:Â Jemaah Haji Wajib Rekam data Biometrik melalui Aplikasi Saudia Visa Bio
“Jika ikan dikirim langsung ke Batam, dapat menekan biaya ikan per kilogramnya mulai dari Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu,” ucap Henri.
Henri juga cukup menyesalkan, jika memang ada peluang Pemerintah Kabupaten Natuna, bisa segera menjalin kerjasama.
“Namun, selama ini kurang dilirik pemerintah daerah Natuna, hanya investasi industri (manufaktur) dan pariwisata saja. Padahal ada potensi besar (bidang perikanan), tapi tidak dilirik,” ungkap Henri.
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Natuna, Hadi Suryanto mengaku juga mendengar wacana impor.
Baca Juga:Â Ujian Kompetensi PPPK Digelar Maret, 1.056 Peserta Berebut 514 Formasi
“Hanya selentingan kabar,” ucapnya.
Namun, jika Pemerintah Kota Batam bisa membuat perjanjian atas pengiriman ikan, Hadi mengaku Pemkab Natuna menyatakan kesiapannya.
“Jika ada agreement antar pengusaha, kami siap,’ ucapnya.
Tapi selama ini, belum ada perjanjian. Sehingga, selama ini dari Natuna dikirim ke Kalimantan, Jakarta, Tanjungpinang dan Singapura.
“Produksi ikan kami cukup besar, tahun lalu itu 134 ribu ton per tahunnya,” ungkap Hadi.
Ratusan ribu ton ikan per tahun itu, kata Hadi masih belum maksimal. Karena, rata-rata kapal nelayan hanya menggunakan mesin kapasitas kecil.
Baca Juga:Â Ratusan WNI Dideportasi dari Malaysia
“Rata-rata 2 atau 3 GT. Yang sampai 10 GT itu tak banyak,” ucapnya.
Padahal, berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2022, Natuna masuk Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Republik Indonesia 711. Potensinya mencapai 1,3 juta ton. Namun, hanya boleh ditangkap sekitar 900 ribu ton saja.
“Bisa dibilang produksi ikan kami cukup melimpah,” tuturnya.(*)
Reporter: Fiska Juanda