batampos – Sebanyak 222 PMI dideportasi dari Malaysia di awal tahun 2023 ini. Kebanyakan permasalahan yang dialami para pekerja migran ini adalah tidak memiliki dokumen keimigrasian, bermasalah atau kabur dari majikan, tidak memiliki visa kerja, sakit, terlibat kasus kriminal, overstay dan bayi.
Menurut, Kepala Badan Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kepri, Amingga sudah dua kali pemulangan. “Ada dua kali kedatangan dalam minggu awal tahun ini,” kata Amingga, Jumat (6/1/2023).
Kedatangan pertama, 2 Januari lalu, ada sebanyak 46 orang yang datang terdiri dari 22 laki-laki, 23 perempuan dan satu bayi.
Tiga hari kemudian (5/1), datang lagi sebanyak 176 PMI yang dideportasi dari DTI Kemayan Pahang dan DTI Machap Umboo Melaka, Malaysia. Ratusan orang yang datang ini terdiri dari, 100 laki-laki, 67 perempuan, 4 bayi laki-laki dan 5 bayi perempuan.
Para PMI yang dideportasi dari Malaysia ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti NTB, NTT, Jawa Timur, Sumatera Utara, Riau, dan Aceh.
Kebanyakan para PMI ini bekerja di daerah perkebunan atau pertanian, kilang, bangunan, dan ritel. Range gaji yang diterima para PMI ini beragam, mulai dari 1.000 hingga 4.000 Ringgit Malaysia.
Amingga mengatakan para PMI ini masuk ke Malaysia dengan berbagai cara. Ada yang menggunakan paspor pelancong dan jalur belakang (tanpa paspor). “Lokasinya ada melalui Batam, Dumai, Asahan dan Karimun,” ucap Amingga.
Para PMI ini, kata Amingga, nantinya akan diarahkan ke Rumah Penanganan Trauma Center (RPTC) milik Kemensos. Pemulangan para PMI ini juga melalui RPTC.
“Proses pendataan ini sedang berlangsung,” tutur Amingga.
Amingga berharap kepada PMI yang sudah dideportasi ini, agar tidak kembali mengulang perbuatannya. Apabila ingin bekerja di luar negeri, Amingga meminta mereka pergi secara prosedural.
“Pendataan itu sekaligus sosialisasi juga. Kami tidak ingin mereka menjadi korban lagi,” tutur Amingga.(*)
Reporter: FISKA JUANDA